Tujuh Isu Strategis Perumahan dan Perkotaan di 2022

0
2282

JAKARTA – Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LPP3I) atau lebih dikenal dengan nama The HUD Institute, sebagai wadah berhimpun dan rumah besar pemangku kepentingan Perumahan, Infrastruktur Dasar, Permukiman dan Perkotaan, memberikan beberapa catatan penting menyongsong tahun 2022.

Andrinof Achir Chaniago, Ketua Majelis Tinggi The HUD Institute menyebutkan untuk membuat usia kota sebagai kota berkualitas lebih lama, maka perumahan perkotaan harus didominasi oleh hunian vertikal. Pemerintah Pusat dan pemerintah kota-kota di Indonesia harus memiliki kebijakan tegas untuk memperbanyak pembangunan apartemen sederhana dan rumah susun di perkotaan.

Salah satu caranya, menggunakan lahan-lahan negara, aset Pemda, BUMN, BUMD, baik yang sudah ada bangunan tidak efisien maupun lahan kosong untuk lahan pembangunan apartemen murah dan rumah susun.

“Oleh karena itu The HUD Institute juga akan terus mendorong secepatnya lahir RUU Perkotaan dan RUU Properti yang harus tegas mengarahkan pembangunan perumahan perkotaan agar didominasi hunian vertikal,” kata Andrinof dalam refleksi akhir tahun The HUD Institute kepada pers, Jumat (31/12/2021).

Oswar M. Mungkasa, Wakil Ketua Umum The HUD Institute menambahkan belajar dari pengalaman pelaksanaan pembangunan perumahan, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah (MBR) selama ini, lembaga kajian tersebut melihat ada dua kata kunci yang terabaikan.

Pertama, masyarakat sebagai subyek pembangunan perumahan dan kedua, perlunya pemenuhan hak asasi perumahan melalui kolaborasi antarpemangku kepentingan. Kolaborasi adalah kunci terwujudnya keberhasilan dan keadilan, sebagai bentuk kepedulian terhadap yang tidak mampu.

“Bahwa masyarakat sebagai subyek masih dimaknai secara simbolis saja. Demikian pula dengan wacana pembangunan perumahan kolaboratif, bukan menjadi monopoli salah satu pihak, baik pemerintah, swasta atau masyarakat saja,” tegasnya.

Terkait dengan norma baru kehidupan dalam masyarakat pascapandemi, menurut Arnold M. Mamesah, Wakil Ketua Bidang Data, Informatika & Komunikasi The HUD Institute, dituntut kemampuan “hijrah” dari cara lama dan beradaptasi dengan berbagai norma dan nilai baru menuju masa depan yang lebih baik.

“Penyedian hunian dan tantangan perkotaan perlu memperhatikan aspek utama masyarakat madani yang mengarusutamakan kesetaraan (equality), keberagaman (diversity and inclusiveness), kepedulian (care and attention) yang selaras dengan kearifan lokal dan peradaban yang ada di Nusantara,” ujarnya.

Kekuatan Regulasi

Yayat Supriatna, Wakil Ketua Bidang Urban Development The HUD Institute tidak lupa mengrikitisi banyaknya regulasi dan pembentukan lembaga baru untuk penanganan masalah perumahan. Tetapi akar masalahnya tidak pernah dituntaskan.

“Semua terlalu fokus dengan ego centris-nya masing-masing. Padahal masalah perumahan dan permukiman lebih banyak pada aspek socio centris,” kata Yayat.

Oleh karena itu diperlukan dukungan penuh agar PUPR, mampu menjadi bridging semua stakeholder perumahan. Pemerintah juga perlu berani melakukan terobosan dan ambil resiko serta menetapkan target jangka panjang yang masif, misalnya zero backlog yang disusun secara terstruktur dan sistematis berbasis tahapan pencapaian.

Zulfi Syarif Koto

Sementara itu, Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute menyoroti beberapa hal. Diantaranya terkait perlunya peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang memahami perumahan dan pembangunan perkotaan di semua lini, terutama dalam penyusunan regulasi dan pelayanan publik.

Pemanfaatan APBN lewat program-program padat karya perlu ditingkatkan. Demikian juga persoalan klasik seperti soal peran swasta dan kemudahan perizinan, pembiayaan, dan pertanahan agar tercipta iklim usaha yang kondusif.

Mencermati dinamika masalah perkotaan dan perumahan rakyat tersebut, terlebih di masa pandemi Covid-19, The HUD Institute lanjut Muhammad Joni, Sekretaris Umum The HUD Institute, mengungkap sedikitnya tujuh isu strategis utama yang perlu dicermati para pemangku kepentingan di tahun depan.

1.Housing Grand Design 2045 yang berbasis data dan informasi
HGD 2045 mencakup penyediaan big data properti dan perumahan; kebijakan penyediaan tanah nasional (national land policy); kepastian penataan ruang; akuntabilitas dan aksesibilitas perizinan; inovasi pembiayaan dan inklusi keuangan; serta edukasi, literasi dan akses perlindungan konsumen.

2.Reposisi industri properti dan perumahan pasca putusan MK
Beberapa isu yang bisa diharmonisasi adalah Re-Analisis substansi hukum mengenai kelembagaan Bank Tanah, Badan Percepatan Pembangunan Perumahan (BP3), efektifitas Hunian Berimbang, aturan yang pasti dan berkeadilan perihal Tanah Terlantar, serta partisipasi dan agregasi substansi hukum perlindungan konsumen ke dalam proses revisi UU Cipta Kerja.

3.Memastikan efektifitas BP Tapera
Perlu pengawasan dan advokasi peran BP Tapera–yang bukan lembaga bisnis namun nirlaba–dalam pembiayaan perumahan MBR. Perlu garis kebijakan yang affirmatif dan special treatment yang membedakan pembangunan perumahan MBR dengan perumahan komersial, untuk perizinan dan pembiayaan perumahan MBR termasuk dalam penyediaan tanah agar tidak menjadi beban birokrasi. BP Tapera juga perlu transparan dalam hal kebijakan perumahan, dan tata kelola sistem pembiayaan perumahan

4.Penyelenggaraan perumahan berbasis pembiayaan syariah
Perlu menginisiasi dan respon kritis-substantif atas RUU Ekonomi Syariah–untuk pembiayaan properti dan perumahan, meluaskan porsi ekonomi syariah untuk properti dan perumahan termasuk untuk MBR, memperkuat sistem rantai pasok penyediaan perumahan berbasis syariah, serta membuat payung hukum perlindungan konsumen perumahan berbasis pembiayaan syariah.

5.Kawasan perkotaan dan permukiman yang madani
Di tengah perkembangan teknologi informasi, maka perlu terus mengembangkan digitalisasi Program Sejuta Rumah; mendorong RUU Perkotaan dan RUU Properti serta adendum UU Pemda terkait urusan perumahan dan kawasan permukiman.

6.Edukasi, literasi, dan perlindungan konsumen properti
Melakukan digitalisasi edukasi, literasi, dan mekanisme komplain konsumen dan aktivasi Badan Layanan Perlindungan Konsumen.

7.IKN yang tagging terintegrasi dengan agenda kebijakan perumahan dan perkotaan
Perlu memastikan alokasi dan penyediaan perumahan bagi MBR di daerah khusus ibu kota negara atau IKN. (MRI)