UU HPP Diklaim untuk Pondasi Perpajakan

Menkeu Sri Mulyani menegaskan kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen per 1 April 2022 sangat penting untuk membangun pondasi perpajakan yang kuat.
0
243

Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen per 1 April 2022 sangat penting untuk membangun pondasi perpajakan yang kuat. Kenaikan PPN itu sebagaimana termuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Indonesia perlu membangun suatu pondasi perpajakan yang kuat. Dua kontributor terbesar dari pajak kita adalah PPN dan PPh (pajak penghasilan) korporasi. Itulah yang nanti akan menjadi tulang punggung yang paling kuat,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Spectaxcular 2022, Rabu, 23 Maret 2022.

Menkeu membandingkan kenaikan PPN Indonesia menjadi 11 persen dengan negara-negara di G20 dan OECD. Rata-rata besaran PPN di negara tersebut sekitar 15 persen hingga 15,5 persen.

Kenaikan PPN ini tidak lain demi memperkuat ekonomi Indonesia dalam jangka panjang dan membantu membiayai APBN, khususnya dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Ini juga termasuk pemberian berbagai insentif bagi pelaku UMKM yang terdampak pandemi.

“Kalau Indonesia dari 10 ke 11 persen untuk PPN ikut kontribusi dan tadi PPh-nya makin adil, menunjukkan perbedaan. Dan juga dari sisi untuk UMKM, masyarakat tidak mampu mendapat bantuan. Itu konsep keadilan. Jadi tidak bisa dipisah-pisah,” tandas Menkeu.

Reformasi perpajakan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) mutlak guna memperluas basis pajak, menciptakan keadilan dan kesetaraan. UU HPP juga dipercaya dapat memperkuat administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan perpajakan.

Bebas PPN

Di dalam UU HPP, tidak seluruh barang dan jasa terkena kenaikan PPN. Pemerintah akan memberikan tarif lebih rendah hingga pembebasan PPN terhadap beberapa jenis barang dan jasa tertentu.

“Kita tahu ada barang dan jasa yang merupakan konsumsi masyarakat banyak dan menjadi bahan kebutuhan pokok. Supaya mereka tidak terkena 11 persen, mereka diberikan kemungkinan untuk mendapatkan tarif yang hanya 1, 2, dan 3 persen. Itu juga konsep keadilan dari PPN,” ujar Menkeu.

Di sisi lain, barang dan jasa kebutuhan masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan barang pokok seperti beras biasa bukan premium dibebaskan dari PPN.

“Jadi inilah yang kita sebut menata pondasi pajak kita. Walaupun dari sisi PPN, untuk barang dan jasa dengan tarif 11 persen, maka dia akan 11 persen. Tapi untuk bahan kebutuhan masyarakat pokok, kita bebaskan atau dengan tarif yang jauh lebih kecil, yaitu 1, 2, dan 3 persen. Ini yang saya ingin sampaikan, bangun pondasi Republik memang semua berkontribusi,” kata Menkeu. (BRN)