3R, Upaya Mencapai Karbon Net-Zero Properti

Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta – Sektor properti dan konstruksi saat ini bertanggung jawab atas hampir 40% penggunaan energi akhir dan proses-terkait emisi karbon dioksida (CO2). Mengurangi emisi dengan langkah 3R dapat menjadi salah satu cara mencapai karbon net-zero pada properti.
“Bagaimana kita mencapai karbon net-zero pada properti? Mengurangi emisi adalah jalan yang paling jelas untuk diambil. Global Status Report for Buildings and Construction 2019 juga menyebutkan bahwa pemilik properti memiliki tiga “R” untuk mencapai hasil sesuai target,” jelas Head of Capital Markets & Investment Services Colliers Indonesia, Steve Atherton dalam keterangan resminya, baru-baru ini.
Steve menjelaskan, R yang pertama adalah Renewable (energi terbarukan) yang merupakan solusi jangka-pendek yang membutuhkan belanja modal (CAPEX) yang lebih rendah daripada langkah-langkah pengurangan emisi lainnya. Pemilik properti dapat mencapai ini dengan mengalihkan penggunaan energi mereka ke energi terbarukan.
Selanjutnya, R yang kedua adalah Retrofitting (penguatan) yang berarti sebuah upaya melibatkan pemasangan sistem HVAC yang terhubung ke energi terbarukan. Contohnya, pemasangan panel surya dan turbin angin. Selain itu, menyediakan parkir sepeda bagi orang-orang yang ingin bepergian menggunakan sepeda.
Terakhir, R yang ketiga adalah Responsible Ownership (Kepemilikan yang bertanggung jawab). Langkah ini mengajak manajer yang bertanggung jawab dan investor properti harus berusaha untuk meningkatkan kinerja lingkungan bangunan. Selain itu, mendorong penyewa/penghuni untuk mempertimbangkan pola konsumsi energi mereka.
“Kegiatan keterlibatan penyewa termasuk mengumpulkan data energi dan keberlanjutan, perilaku penyewa, dan panduan perbaikan,” ujar Steve.
Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah merupakan faktor penting untuk menerapkan inisiatif tiga “R”. Salah satunya adalah memberi insentif kepada pemilik properti untuk memperbaiki bangunan mereka. Contohnya, kebijakan seperti menurunkan pajak properti atau pajak penghasilan perusahaan untuk pemilik properti dengan struktur yang akan disesuaikan kembali.
“Untuk proyek pembangunan baru, pemerintah perlu mengizinkan pengembangan dengan kepadatan yang lebih tinggi, asalkan pengembang merancang bangunan mereka untuk memenuhi persyaratan bangunan hijau,” urai Steve.
Jadi, bagaimana masa depan emisi net-zero di Indonesia dibandingkan dengan pasokan properti dan solusi energi terbarukan yang ada dan yang akan datang?
“Kita perlu melihat sumber daya lokal untuk menyelesaikan masalah ini. Energi panas bumi diharapkan dapat berperan penting dalam mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia,” kata Steve.
Sebagai sumber energi bersih dan terbarukan yang menyediakan listrik secara terus menerus, panas bumi dapat mengurangi ketergantungan negara pada tenaga batu bara dan bahan bakar fosil lainnya. Investasi berskala besar dan peningkatan pembangkit listrik tenaga panas bumi akan menjadi kuncinya. Tidak hanya untuk mengurangi ketergantungan kita pada batu bara, tetapi juga untuk mengurangi polusi. (SAN)