Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berupaya melakukan pengelolaan tanah berkelanjutan melalui perencanaan penggunaan tanah dengan beragam regulasi. Pasalnya, pengelolaan tanah yang tidak terkontrol dapat memicu peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK).
Sebagai penyelenggara urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan tata ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berupaya menerapkan penataan tanah yang berkelanjutan.
Direktur Penatagunaan Tanah, Sukiptiyah menyatakan, dalam upaya pengelolaan tanah secara berkelanjutan, pihaknya menerapkan Sistem Penataan Agraria Berkelanjutan (SPAB). SPAB menerapkan tiga kegiatan pokok, yaitu melalui penataan aset, penataan penggunaan tanah, dan penataan akses.
“Tujuan pengelolaan lahan ialah terwujudnya penggunaan lahan yang efisien dan efektif untuk kesejahteraan masyarakat. Demi mencapai tujuan tersebut, diatur kelembagaan masyarakat melalui penataan berbasis masyarakat, dalam bentuk pengelolaan bersama atas tanah dan/atau hak kolektif sehingga masyarakat dapat meningkatkan status ekonominya,” tutur Sukiptiyah dalam siaran persnya, Senin, 8 November 2021.
Sukiptiyah menjelaskan, penataan aset merupakan usaha untuk menata penguasaan, kepemilikan, dan penggunaan tanah supaya berkeadilan. Terkait penataan penggunaan tanah, merupakan usaha untuk mendorong masyarakat menggunakan tanahnya secara baik agar mendapatkan hasil optimum. Kemudian untuk penataan akses adalah pemberian kegiatan pemberdayaan masyarakat yang memiliki tanah.
Tata Guna Lahan
Kementerian ATR/BPN juga terus mengupayakan pengaturan penyerapan karbon. Sukiptiyah mengatakan, melalui program Reforma Agraria khususnya redistribusi tanah, mengatur hak atas tanah tidak boleh beralih dalam kurun waktu 10 tahun. “Hal ini untuk menjaga kondisi tata guna lahan agar tidak terjadi alih fungsi lahan yang akan mengakibatkan penurunan penyerapan karbon dan berdampak terhadap emisi karbon yang lebih tinggi,” ujarnya.
Kementerian ATR/BPN juga terus melakukan tata guna lahan, salah satunya dengan membangun keseimbangan lahan melalui Neraca Penatagunaan Tanah (NPGT). Sukiptiyah selaku Direktur Penatagunaan Tanah menjelaskan bahwa NPGT berusaha membangun keseimbangan antara ketersediaan tanah dan kebutuhan pembangunan, sesuai dengan rencana tata ruang/penggunaan lahan.
NPGT memperhitungkan data sekunder dari internal dan eksternal/sektoral, termasuk data terkait lahan (kepemilikan), penggunaan lahan, kawasan hutan, perencanaan kota/kabupaten, dll. Data sektoral dianalisis bersama sesuai dengan rencana tata ruang. “Dalam menentukan keseimbangan tanah, kita menganalisis perubahan penggunaan lahan. Bagaimana kesesuaian penggunaan lahan dengan perencanaan, serta bagaimana menganalisis ketersediaan lahan dari data terkait kepemilikan lahan,” tutupnya. (BRN)