
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta – Bank Dunia serta sejumlah negara di dunia mengapresiasi capaian Reforma Agraria yang dijalankan Indonesia selama tujuh tahun terakhir. Hal itu terungkap saat Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi pembicara pada World Bank Land Conference 2024, di Washington DC, Senin, 13 Mei 2024 waktu setempat.
Menteri AHY memaparkan alasan utama dan kunci sukses keberhasilan capaian Reforma Agraria. “Kunci sukses Indonesia terletak pada kepemimpinan dan manajemen pemerintahan yang kuat, peran serta masyarakat, dan kolaborasi berbagai pihak, serta pendekatan yang adaptif,” ungkapnya.
Hadir dalam konferensi itu sekitar 1.000 peserta dari 81 negara dan 21 pejabat setingkat menteri. Acara tersebut dibuka oleh Vice President for Sustainable Development World Bank, Jurgen Foegelle.
Dengan komitmen tinggi dari pemerintah pusat mendorong lahirnya sejumlah peraturan pendukung, skema pendanaan yang memadai, mengefektifkan koordinasi antar kementerian, dan juga menginspirasi peran pemerintah daerah. “Selain itu, langkah itu dibarengi dengan partisipasi masyarakat dan semangat semua pihak, termasuk parlemen kita untuk selalu adaptif dengan berbagai peluang dan tantangan,” ujar Menteri AHY.
AHY mengungkapkan, sejak tahun 2017 setidaknya 112 juta bidang tahan telah terpetakan dan terdaftar di seluruh penjuru Indonesia melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Terdapat sejumlah aspek sebagai kunci sukses keberhasilan program ini. Dengan kondisi geografis yang beragam, terdapat sejumlah tantangan untuk menyeimbangkan alokasi tanah yang ada, juga selalu dapat mendukung pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan, memberantas kemiskinan, namun dalam waktu yang sama juga melindungi lingkungan.
“Bagaimana kepemimpinan yang mampu menggambarkan visi dan misi ke dalam rencana aksi dan program dengan memanfaatkan sumber daya yang ada,” kata Menteri ATR/Kepala BPN.
Komunikasi
Kunci sukses lainnya adalah pemerintah dapat menyelaraskan regulasi yang tumpang tindih dengan terjalinnya komunikasi dan koordinasi yang efektif antar kementerian/lembaga. Indonesia memiliki tantangan yang krusial, dalam hal ini tumpang tindih kebijakan yang dapat menghasilkan masalah batas antara kawasan hutan dan non hutan.
“Jadi kuncinya adalah komunikasi yang efektif, koordinasi antar stakeholder. Adapun hal ini adalah para kementerian/lembaga hingga pemerintah daerah, sehingga dari kebijakan yang saling terintegrasi itu, diharapkan dapat tercipta One Map Policy,” tambah Menteri AHY.
Lebih lanjut, adanya kolaborasi dan partisipasi aktif dari masyarakat adalah kunci penting lainnya. Hal ini diimplementasikan pada proses pengukuran serta pengumpulan data yang melibatkan peran aktif masyarakat. Selain itu, untuk mempercepat proses pengukuran juga menggandeng sektor swasta.
“Karena kita memiliki sumber daya petugas ukur yang terbatas, kita juga menggandeng sektor swasta yang tentunya tetap menjalankan pekerjaan sesuai standar kita. Lalu untuk pengumpulan data, kita juga memiliki Puldatan (pengumpul data pertanahan, red) yang dari masyarakat. Puldatan ini bisa dari masyarakat atau para pimpinan setempat yang tentunya sudah dilatih,” jelas Menteri AHY.
Kolaborasi serta partisipasi aktif masyarakat juga mencakup dari masyarakat hukum adat. Sebelumnya, banyak masyarakat hukum adat yang enggan mendaftarkan tanahnya karena dirasa jika tanahnya didaftarkan, suatu saat kepemilikan dan kekuasaan tanah adat tersebut bisa diambil negara.
“Untuk mengatasi hal ini, kita harus melakukan pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai adat setempat. Tentunya hal ini membawa kepastian hukum, kesempatan pada akses ekonomi, lalu juga keberlanjutan dan kelestarian lingkungan hidup bagi masyarakat adat,” pungkasnya. (BRN)