Jakarta – Suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) yang meradang sepanjang tahun 2022 berpotensi menaikkan harga jual rumah non subsidi. Pasalnya, kenaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) memantik lonjakan bunga pinjaman korporasi.
“Jika tahun lalu kenaikan indeks harga sekitar 4 persen, tahun ini akan ada kenaikan harga properti komersial yang cukup signifikan. Selain akibat lonjakan bunga kredit, kenaikan harga properti komersial ini juga karena adanya kenaikan harga material bangunan,” tutur Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI), Hari Ganie saat menjadi narasumber Focuss Group Discussion (FGD) Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia secara virtual, Selasa, 31 Januari 2023.
Hari mengatakan, sepanjang tahun 2022 kemarin tingkat bunga kredit modal kerja mengalami kenaikan akibat adanya kenaikan suku bunga moneter. Namun, tingkat bunga pinjaman kredit pemilikan rumah (KPR) memang belum mengalami perubahan. “Berdasarkan informasi dari kalangan perbankan, tahun ini bunga KPR bakal ikut terkerek naik. Hal ini tentu menjadi pertimbangan bagi developer dalam menaikkan harga jual unit properti komersial,” tukas Hari.
Bank sentral mulai menaikkan bunga acuan pada 23 Agustus 2022 sebesar 25 basis poin (bps). Sebelumnya, BI mempertahankan suku bunganya selama 18 bulan sejak Maret 2021 di posisi 3,5 persen. September 2022, BI kembali menaikkan bunga acuan sebesar 50 bps menjadi 4,25 persen. Terakhir, BI menaikkan suku bunganya menjadi 5,5 persen, tertinggi sejak Agustus 2019.
Imbas Pemilu
Hari Ganie menuturkan, sektor properti di tahun 2023 ini masih berpeluang tumbuh. Hal ini sejalan dengan prediksi dari Pemerintah RI serta asumsi Bank Dunia terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023. “Pemerintah maupun Bank Dunia bersepakat bahwa perekonomian Indonesia berbeda dengan kondisi ekonomi global yang berpotensi mengalami resesi.
“Peluang sektor properti Indonesia tahun 2023 setidaknya tidak turun ketimbang tahun lalu atau setidaknya stabil. Indonesia berbeda dengan global, kalau dunia mengalami resesi. Sedangkan Indonesia hanya akan mengalami perlambatan,” ujarnya.
Jelang tahun politik 2024, imbuh Hari Ganie, pengembang tidak khawatir bahwa transaksi properti bakal tergerus. “Kita lihat jelang tahun politik ini justru ada peningkatan perputaran uang. Hal ini terlihat dari transaksi di sektor properti komersial yang sudah memperlihatkan pergerakan signifikan. Terutama sektor properti yang lebih mengedepankan aspek investasi di dalamnya,” pungkasnya. (BRN)