
Rumah subsidi (Foto: Kementerian PUPR)
JAKARTA – Ketua Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sukiryanto dalam Focus Group Discussion (FGD) “Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional Melalui Sektor Perumahan” mengatakan bahwa skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan atau BP2BT tidak diminati oleh pasar.
Dalam FGD yang mendiskusikan mengenai sektor perumahan tersebut, hadir Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin sebagai keynote speaker, dan narasumber lain seperti Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti, dan Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida.
Sukiryanto dalam kesempatan tersebut mengusulkan perlunya kuota tambahan bagi pembangunan rumah MBR. “Perlu tambahan kuota melalui SSB sebanyak 130 ribu unit, hal ini karena masih ada lagi kebutuhan pembiayaan rumah subsidi dan skema pembiayaan alternatif seperti BP2BT tidak diminati oleh masyarakat”, pungkas Sukiryanto.

Ketua Komite IV DPD RI, Sukiryanto
Lebih lanjut Sukiryanto juga menekankan bahwa peningkatan kuota rumah subsidi sangat diperlukan untuk mengurangi backlog perumahan. Menurut dia, perlu adanya peningkatan kuota rumah subsidi baik Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) maupun Subsidi Selisih Bunga (SSB).
“Ini juga sekaligus untuk menekan backlog perumahan, yang saat ini kurang lebih kekurangan 11-12 juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)”, ujar Sukiryanto yang juga merupakan Ketua Ikatan keluarga Besar Madura (IKBM) Provinsi Kalimantan Barat.
Program BP2BT sendiri adalah program dari hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia melalui National Affordable Housing Program (NAHP). Melalui Kerjasama yang dimulai pada bulan Desember 2017 ini, Kementerian PUPR mendapatkan bantuan pinjaman lunak sebesar US$ 450 juta atau sekitar Rp 8,08 triliun (kurs Rp 13.500). Adapun dari anggaran sebesar US$ 450 juta tersebut, dialokasikan sebesar US$ 215 juta atau Rp 2,9 triliun untuk program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dan US$ 215 juta untuk subsidi BP2BT. Sisanya sebesar US$ 20 juta atau Rp 270 miliar akan dimanfaatkan untuk dukungan kebijakan dan program melalui bantuan teknis.
Pinjaman dari World Bank ini mulanya digunakan untuk memperluas jumlah penerima subsidi perumahan dan ditambah dengan membuka akses bagi pekerja informal untuk mendapatkan KPR bersubsidi serta untuk memperoleh bantuan perbaikan rumah tidak layak huni.
Berdasarkan paparan dari Menteri PUPR pada FGD tersebut, hingga 21 Desember 2020, program BP2BT sendiri baru terealisasi 1.357 unit atau sekitar 14% dari target 9.500 unit rumah yang akan dibantu. Sedangkan skema FLPP sudah merealisasikan 106.230 unit rumah dari target 102.500 unit atau mencapai 103% dari target. Begitu juga skema SSB yang telah merealisasikan 83.422 unit dari target 175 ribu unit atau mencapai 47% dari target.
Pada tahun 2021, BP2BT ditargetkan untuk membiayai 54.566 unit dengan total alokasi anggaran sebesar Rp 1,6 triliun. Sedangkan FLPP ditargetkan dapat membiayai 157.500 unit dengan alokasi sebesar Rp 16,6 triliun. (MRI)