IPL Bakal Kena Pajak, Perhimpunan Penghuni Rusun Tegas Menolak

0
213

JAKARTA – Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) mengimbau pemerintah untuk tidak memberlakukan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap dana Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) rumah susun (rusun) /apartemen. Jika kebijakan ini tetap dipaksakan, dikhawatirkan akan semakin membebani pemilik dan penghuni (penyewa) di tengah situasi ekonomi global yang sedang tidak pasti saat ini.

Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2011, Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) adalah badan hukum yang beranggotakan pemilik atau penghuni yang bertanggungjawab mengurus kepentingan para pemilik dan penghuni terkait pengelolaan kepemilikan benda bersama, bagian bersama, tanah bersama, dan penghunian.

PPPSRS adalah organisasi nirlaba yang didirikan oleh pemilik dan penghuni untuk mengatur dan mengurus hak dan kewajiban bersama para penghuni guna menciptakan kehidupan di lingkungan rumah susun/apartemen yang aman, tertib dan sehat berdasarkan azas kekeluargaan dan kegiatannya diserasikan dengan RT/RW yang bergerak di bidang kemasyarakatan.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI, Adjit Lauhatta menjelaskan IPL ibarat dana urunan atau patungan dari para pemilik dan penghuni rumah susun/apartemen untuk membiayai pengelolaan dan perawatan gedung tersebut.

“Kalau di komplek perumahan tapak ini tidak ada bedanya dengan urunan RT untuk pembayaran kebersihan dan keamanan,” ujarnya kepada wartawan saat konferensi pers sebelum Talk Show P3RSI bertajuk “IPL Rumah Susun/Apartemen Kena PPN?” di Jakarta, Selasa (30/7).

Talk Show ini dihadiri para pemangku kepentingan rumah susun, diantaranya, pengurus DPP P3RSI, Pengurus DPD P3RSI Jawa Timur, pengurus PPPSRS se-Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya, pelaku pembangunan, pejabat kantor pajak, profesional properti management, serta konsultan pajak.

Adjit menjelaskan, beberapa waktu lalu sejumlah anggota P3RSI mendapatkan “surat cinta” dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama berupa Imbauan Melaporkan Usahanya untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak. Setelah sempat mendatangi kantor pajak untuk bertanya dan berdiskusi, terkesan kantor pajak ingin menarik dana IPL sebagai obyek yang dikenai PPN.

“Hal itu membuat pengurus PPPSRS resah, sebab biaya pengelolaan dan perawatan gedung apartemen itu sangat tinggi, bahkan seringkali biaya pengelola apartemen mengalami defisit anggaran setiap tahunnya. Defisit ini juga diperbesar oleh adanya tunggakan IPL pemilik dan penghuni yang cukup besar,” jelasnya.

Sementara untuk menaikan besar urunan IPL juga tidak mudah karena harus mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Tahun Anggota (RUTA). Selain itu, keputusan untuk menaikkan tarif IPL ini cukup berliku, bahkan tidak jarang mendapatkan perlawanan dari pemilik dan penghuni yang merasa keberatan dengan kenaikan tersebut. Jangankan dinaikkan, beberapa pemilik dan penghuni yang sedang mengalami kesulitan ekonomi justru merasa berat untuk membayar IPL tarif lama.

“Apalagi jika ditambah beban PPN 11 persen, pasti mereka merasa makin terbebani. Hal ini tentunya menempatkan pengurus PPPSRS dalam posisi dilematis, dan otomatis menurunkan kinerja aktivitas pengelolaan dan perawatan sehari-hari. Sehingga apa kabarnya, jika pemerintah memaksakan PPPSRS yang kerjanya melakukan pelayanan sosial untuk keamanan, ketertiban, dan kenyamanan di lingkungan rumah susun/apartemen dikenakan pajak PPN,” pungkas Adjit.

Kian Tanto, salah seorang Ketua PPPSRS apartemen di Jakarta mengatakan karena dana IPL tidak mencukupi, untuk operasional dan perbaikan gedung yang biasanya menggunakan dana cadangan (sink fund), pihaknya sampai patungan dengan pemilik dan penghuni.

“Tidak punya sink fund yang mencukupi, sehingga ketika harus dilakukan pengecatan gedung atau perbaikan-perbaikan yang butuh biaya besar, maka biaya harus dibagi rata dengan pemilik dan penghuni apartemen,” jelas Kian.

Dia juga mengeluhkan, dalam beberapa tahun ini PPPSRS mengalami kesulitan mencukupi biaya operasional pengelolaan apartemen terutama sejak pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi global. Menurut Kian, banyak pemilik dan penghuni mengalami kesulitan ekonomi, sehingga tidak sedikit yang menunggak kewajiban membayar IPL.

“Kalau pemerintah menambah beban pemilik dan penghuni apartemen dengan pengenaan PPN IPL, maka hampir dipastikan pengelolaan dan perawatan gedung terancam, dan akan lebih menyulitkan pemilik dan penghuni,” ungkap Kian.

Tambah Beban

Praktisi Perpajakan, Budi Hermawan berpendapat substansi dana IPL apartemen dapat diartikan sebagai dari, oleh, dan untuk kepentingan pemilik dan penghuni rumah susun. Karena itulah, IPL adalah kegiatan atau jasa di bidang pelayanan sosial.

“Dalam hal IPL sebagai obyek pajak, maka IPL akan masuk sebagai obyek pajak Jasa Pelayanan Sosial sebagaimana dalam Surat Edaran No 01/PJ33/1998 yang diserasikan dengan pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh RT/RW, sehingga sewajarnya jika IPL itu tidak perlu dikenakan PPN,” tegasnya.

Dia mengingatkan, sebagai organisasi nirlaba, PPPSRS dalam menarik IPL tidak bertujuan mencari laba untuk dibagikan kepada anggotanya. Juga tidak ada kepemilikan anggota dalam PPPSRS yang dapat diperjualbelikan, sebagaimana kepemilikan saham dalam suatu perseroan terbatas.

“Kita berharap, pemerintah tidak menambah beban dengan mengenakan PPN IPL kepada PPPSRS sebagai penanggung jawab pengelola rumah susun sebagaimana yang diamanatkan undang-undang. Malah sebaliknya harus mendukung, sebab dampak ekonomi dari pengelolaan rumah susun itu sangat signifikan terhadap perekonomian nasional,” sebut Budi. (MRI)