Kompak! REI, Apersi dan Himperra Minta SBUM Segera Cair

0
2427

Jakarta – Belum diterbitkannya dana Subsidi Bantuan Muka (SBUM) untuk program pembiayaan rumah bersubsidi menimbulkan kerisauan bagi para pengembang. Untuk itu, tiga asosiasi pengembang, yakni Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), dan Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) mendesak segera dituntaskannya penerbitan SBUM.

Masih tertundanya SBUM juga memicu penundaan proses akad Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP). Pasalnya, Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mempersyaratkan agar proses pencairan akad KPR FLPP menunggu diterbitkannya SBUM.

“Tertundanya penyaluran program SBUM di awal tahun 2021 ini juga berimplikasi terhadap penundaan penyaluran dana KPR FLPP bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal itu berdampak bank pelaksana penyalur menunda proses akad KPR FLPP selama program SBUM belum berjalan,” tegas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI, Paulus Totok Lusida, di Jakarta, Senin, 25 Januari 2021.

Menurut Totok, penundaan tersebut sangat berdampak pada tertundanya realisasi pemilikan rumah untuk MBR dan juga berdampak signifikan bagi para pengembang perumahan bersubsidi. “Sebanyak 90 persendari pengembang rumah subsidi termasuk golongan pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Selain berdampak pada cashflow pengembang, penundaan akad KPR FLPP juga akan menyulitkan pemenuhan kewajiban kepada perbankan dan pihak lainnya,” tukasnya.

Ketua Umum DPP Himperra Endang Kawidjaja menambahkan, program SBUM diharapkan dapat melekat dengan KPR Bersubsidi. “Kami berharap tidak ada lagi perbedaan waktu pencairan antara SBUM dengan KPR Bersubsidi. Ibarat anak kembar, keduanya harus senantiasa seiring sejalan,” ujar Endang.

Untuk itu, ketiga asosiasi pengembang perumahan itu telah melayangkan usulan kepada Menteri PUPR guna menyampaikan aspirasinya terkait persoalan tertundanya SBUM yang memicu efek domino terhadap tertundanya akad KPR FLPP. Ketiganya kompak mengusulkan agar program penyediaan papan bersubsidi dapat bergulir sebagaimana mestinya, maka sebaiknya SBUM melekat pada KPR FLPP. “Selain itu, SBUM juga diharapkan dapat berlaku surut, termasuk dapat melampaui tahun anggaran,” imbuh Totok.

“Beredar informasi bahwa apabila SBUM tertinggal maka KPR Subsidinya juga akan dibatalkan. Padahal persoalannya bukan di debitur rumah MBR. Ini tentunya sangat merugikan pihak debitur dari kalangan MBR. Tidak hanya itu, pengembang juga ikut dirugikan karena belum menerima pencairan dana dari hasil akad KPR subsidi,” tutup Endang. (BRN)