Terkendala PBG, Stimulus PPN DTP Jadi Kurang Efektif

0
253

JAKARTA – Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) menjadi stimulus yang diharapkan membantu penyerapan properti oleh pasar di tengah kondisi pandemi saat ini. Namun, kebijakan PPN DTP yang diperpanjang hingga Juni 2022 nanti dinilai akan sulit efektif diterapkan di lapangan, sehingga memengaruhi hasil capaiannya.

Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Ignesjz Kemalawarta menilai pemerintah harus membenahi program PPN DTP. Pasalnya, menurut dia, serah terima pada tahun lalu hanya 5.000 unit rumah, padahal potensinya ada 25.000. Hal itu menandakan adanya kendala di lapangan yang harus diselesaikan secepatnya demi efektifitas insentif tersebut.

“Jelas ada kendala penyerapan insetif PPN DTP perumahan. Salah satunya adalah keputusan pemerintah yang mengubah Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang menyisakan masalah di lapangan sehingga perlu intervensi dari pemerintah,” kata Ignesjz dalam acara “Zooming With Primus dengan topik Properti Siap Take Off”, Kamis (20/1/2022).

Dijelaskan, sejak pergantian IMB ke PBG diluncurkan pada Agustus 2021, di lapangan ternyata pemerintah daerah (pemda) belum berani menerbitkan PBG. Hal ini karena diperlukan adanya peraturan daerah (perda) dari setiap pemerintah kabupaten/kota.

“Untuk itu, kami dari REI mengusulkan agar setiap pemda dapat mengeluarkan PBG sementara dulu sambil menunggu perda-nya selesai dikerjakan. Sehingga pengembang yang sudah memenuhi syarat, bisa melakukan registrasi SiKumbang. Setelah nanti perda di daerah bersangkutan terbit, maka tinggal dikeluarkan PBG yang sebenarnya,” ujar dia.

Ignesjz Kemalawarta

Ignesjz berharap pada akhir Juni 2022 mendatang, jumlah pencatatan di SiKumbang sudah sesuai dengan data di lapangan. Tidak seperti yang terjadi pada penerapan PPN DTP tahun lalu.

Masih terkait PBG, Ignesjz pun berharap agar pengembang yang sudah memiliki IMB sejak lima tahun lalu tidak perlu memperbaharui PBG lagi yang makin membuat pembangunan tertunda. REI juga mendorong supaya PPN DTP dapat diberikan kepada rumah indent (sedang dibangun).

“REI sudah melakukan berbagai usaha termasuk pendekatan kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Hanya saja, sampai saat ini belum ada solusi penyelesaiannya, sehingga kami khawatir menganggu penyerapan di lapangan,” ungkap Ignesjz.

Pendapat serupa disampaikan Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch (IPW). Menurut dia, saat ini baru ada tiga daerah yang menerbitkan Perda Retribusi PBG, sementara daerah lainnya belum. Padahal, hal ini sangat penting agar PPN DTP bisa efektif berfungsi dan dijalankan di lapangan.

“Kalau masalah ini masih menghambat, bukan tidak mungkin tahun ini pertumbuhan properti justru melambat,” ungkap Ali.

Menurut dia, akibat PBG ini pasokan rumah jadi mandek dan tidak optimal. Oleh karena itu, Ali berharap pemda bisa jeli dan mengikuti imbauan Kemendagri, karena bagaimana pun PPN DTP ini diamanatkan oleh Renstra dan Undang-Undang Cipta Kerja atau UUCK. (MRI)