World Bank akan Bantu Developer Kembangkan Rumah Subsidi Ramah Lingkungan

Bank Dunia melalui program National Affordable Housing Program (NAHP) memberikan bantuan kepada pengembang yang membangun rumah bersubsidi ramah lingkungan.
0
891
Rumah subsidi dalam program 3 juta rumah

Jakarta World Bank melalui program National Affordable Housing Program (NAHP) memberikan bantuan kepada pengembang yang membangun rumah bersubsidi ramah lingkungan. Program ini dibuat oleh Kementerian PUPR dengan bantuan pendanaan dari World Bank untuk meningkatkan akses Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) baik yang berpenghasilan formal maupun informal terhadap rumah layak huni dan terjangkau.

“Kami kebetulan ada bantuan dari pihak donor dimana memungkinkan dari pihak kami, yakni sertifikasi EDGE untuk memberikan bantuan bagi developer yang mengembangkan perumahan untuk MBR dan mau untuk menyematkan parameter-parameter hijau,” jelas East Asia Pasific Green Building Program Lead Farida Lasida Adji dalam Webinar “Perumahan Bersubsidi Ramah Lingkungan”, Kamis, 15 Juli 2021.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Bidang Percepatan Pembangunan Perumahan Subsidi, Arief Mone mengatakan, pengembang yang mendapatkan sertifikat EDGE sebaiknya mendapatkan hak khusus di luar dari label rumah ramah lingkungan.

“Rumah layak huni yang tentu salah satunya adalah green building. Kalau memiliki sertifikasi EDGE, saya kira sudah bisa dikategorikan sebagai rumah layak huni. Kalau yang bersetifikat EDGE ini akan lebih baik jika mungkin punya privilage khusus, misalnya pengembang yang memiliki sertifikat EDGE bisa mendapatkan kuota FLPP,” ungkap Arief Mone.

Dukungan untuk perumahan hijau Bersubsidi di Indonesia, kata Farida, ada tiga hal, yaitu pertama bantuan teknis dalam bentuk asistensi antara tim World Bank dengan tim dari developer untuk melihat desain yang dimiliki developer dan bagaimana caranya agar desain tersebut dapat dibuat lebih hemat. Parameter hemat ini ada tiga hal, yaitu hemat energi, hemat air dan hemat energi yang dibuat untuk material bahan bangunan.

Kedua, bantuan proses dan biaya sertifikasi. EDGE adalah sertifikasi bangunan hijau yang prosesnya dibantu oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Sertifikasi EDGE ini fokus pada tiga hal, yaitu penghematan energi, air dan material. BCI merupakan penyedia utama layanan sertifikasi EDGE di Indonesia.

Biaya sertifikasi EGDE dibedakan berdasarkan total luas bangunan dalam suatu proyek. Proyek seluas kurang dari 5.000 m2 biaya total (registrasi dan sertifikasi) sebesar Rp37.700.000. untuk luas 5.000-10.000 m2 total biayanya sebesar Rp57.700.000 dan lebih dari 10.000 m2 biaya yang dikeluarkan sebesar Rp77.700.000.

“Dari sisi bantuan yang bisa kami tawarkan adalah bantuan untuk proses supaya terfasilitasi sehingga lebih mudah prosesnya. kemudian untuk biaya sertifikasinya bisa di-cover oleh program Bank Dunia ini yang bekerjasama dengan Kementerian PUPR,” terang Farida.

Ketiga, bantuan promosi dan pengakuan pasar. Dukungan pemasaran di antaranya dalam bentuk, menerbitkan siaran pers, menyerahkan project study, melakukan kampanye di media sosial, menerbitkan artikel, membuat brosur, mengirim email, dan memasukkan EDGE pada misi perusahaan.

“Sertifikasi EDGE akan membuat rumah kita menjadi rumah sehat, tetapi yang lebih menarik adalah kalau kita memiliki sertifikat EDGE bisa meningkatkan penjualan,” kata Ketua DPD REI Banten Roni Adali, dalam diskusi tersebut.

Kriteria Penerima Bantuan

Kriteria umum bagi pengembang yang ingin mendapatkan dukungan adalah pengembang setuju untuk membangun hunian hijau dan minimal memiliki kriteria standar EDGE (minimal 20 persen penghematan energi, air dan material).

Selain itu, pengembang memiliki pengelaman dengan Kredit Pemilikan Apartemen/Rumah (KPA/KPR) bersubsidi dari perbankan. Terakhir, pengembang memiliki pengalaman membangun dan menjual minimal 300 unit hunian atau 100 unit per tahun dalam jangka waktu 3 tahun terakhir dari beberapa proyek.

Sementara kriteria proyek penerima bantuan, antara lain merupakan proyek pembangunan perumahan bersubsidi dari pemerintah dan tahap desain proyek dan persiapan lahan telah akan selesai pada bulan Desember 2021. Kemudian, proyek telah akan selesai dibangun pada bulan Desember 2023 untuk hunian tapak, dan Desember 2024 untuk hunian susun. Berikutnya, proyek akan membangun minimal 200 unit hunian.

“Lokasi proyek yang akan diajukan memiliki akses yang terjangkau dari pusat kota atau pusat kegiatan bisnis dan memiliki akses yang terjangkau ke sarana transportasi umum masal terdekat,” kata Farida.

Salah satu aspek yang dimasukkan dalam program NAHP adalah konsep ramah lingkungan. Pembangunan perumahan dengan konsep ramah lingkungan dan hemat energi adalah salah satu upaya yang dikembangkan Kementerian PUPR untuk meningkatkan keterjangkauan/affordability bagi MBR.

“Konsep ini bertujuan mengurangi biaya utilitas, penggunaan energi, serta turut mendukung pelestarian lingkungan. Salah satu penfukung dalam aspek ini dalah sertifikasi EDGE,” jelas Farida. (ADH)