Pengembang Lokal akan Bangun Rumah Subsidi di Pedesaan

0
280
rumah subsidi

JAKARTA – Program 3 juta rumah per tahun yang akan digulirkan Pemerintahan Prabowo Subianto membangkitkan optimisme publik. Salah satu alasannya karena dana ratusan triliun dari proyek strategis ini siap mengucur untuk menggerakkan sektor riil dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Selain itu, masyarakat juga memiliki banyak kesempatan untuk punya rumah subsidi yang layak huni.

Mengacu kepada peta jalan yang digagas tim Satgas Perumahan, maka akan ada 3 juta rumah yang akan dibangun, dengan perincian sebanyak 1 juta unit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan dan 2 juta unit rumah untuk masyarakat di pedesaan.

“Program prioritas Presiden Prabowo Subianto adalah pengentasan kemiskinan, yang salah satu instrumennya mengandalkan sektor perumahan. Efek berantai proyek ini akan menggerakkan sektor riil, membuka lapangan kerja dan meningkatkan perputaran uang di daerah,” ujar Bonny Z. Minang, anggota tim satgas perumahan yang diketuai Hashim Djojohadikusumo, dalam keterangannya, Senin (21/10).

Berapa potensi dana yang bakal bergulir? Estimasi sejauh ini, menurut kajian internal Bank BTN, rumah subsidi di perkotaan memiliki nilai jual rata rata Rp200 juta dan rumah di pedesaan di kisaran Rp75 juta -Rp100 juta. Jadi, jika program 3 juta rumah terserap maksimal, maka volume transaksinya bisa mencapai sekitar Rp400 triliun per tahun. Ini estimasi minimal, karena harga jual hunian di tiap daerah tidak selalu sama.

Disebutkan, dana sebesar itu bakal mengalir ke para pengembang, terutama para pengembang kelas menengah kecil yang akan membangun hunian layak untuk MBR di pedesaan. Tim Satgas Perumahan berkali kali menegaskan, pembangunan rumah subsidi di pedesaan akan diserahkan ke para pengembang lokal, bukan pengembang kelas konglomerat. Tujuannya agar terjadi pemerataan dan memperbanyak aliran modal ke daerah.

Pembangunan hunian layak di kota maupun desa akan menjadi penggerak ekonomi di sekitarnya. Menurut hitungan tim kajian BTN, proyek properti akan memberi multiplier effect kepada 183 sub-sektor usaha lainnya. Mulai dari sektor paling hulu seperti produsen semen, batu bata, rangka baja atau rantai pasok paling hilir seperti toko bangunan, pemasok tukang serta pelaku UMKM penyangga kebutuhan proyek.

Jika Menteri Perumahan yang dipilih Presiden Prabowo Subianto bisa bergerak cepat, maka target pertumbuhan ekonomi 8% bakal dapat sokongan signifikan dari sektor properti dan ekosistemnya.

Tapi, Bonny menegaskan, proyek strategis ini akan berjalan optimal apabila mendapatkan dukungan penuh dari sektor perbankan dan pelaku usaha lainnya. Bagaimanapun, dana belanja pemerintah (APBN) ada batasnya sementara proyek ini membutuhkan modal kerja untuk pengadaan rumah (supply) dan pembiayaan rumah bersubsidi di sisi konsumen (demand).

Kapabilitas BTN

Direktur Utama BTN, Nixon L.P Napitupulu menyatakan siap mendukung program 3 juta per tahun karena perseroan memiliki kapabilitas sebagai pemimpin pasar KPR nasional, serta pengalaman sebelumnya mendukung Program Sejuta Rumah selama lima tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo. BTN telah memiliki pangsa pasar lebih dari 80% dari sekitar 300.000-400.000 unit KPR subsidi per tahunnya.

Dari sisi pendanaan, BTN juga siap untuk mencari sumber dana dari dalam negeri maupun luar negeri, termasuk dengan mendorong sekuritisasi aset KPR, sehingga tersedia dana murah secara jangka panjang.

“BTN mendukung di sisi supply dengan cara memberikan pendanaan kepada developer berupa kredit konstruksi, baik untuk landed house (rumah tapak) maupun high rise (rumah vertikal). Selama ini, pemberian kredit tersebut sudah berjalan, sehingga bukan menjadi hal yang baru bagi BTN,” kata Nixon.

Skema subsidi KPR yang diajukan oleh BTN untuk pemerintahan baru dibagi menjadi tiga jenis, yakni Subsidi Angsuran, Subsidi Selisih Bunga, dan Premi Asuransi. Keseluruhan sumber dana atau insentifnya berasal dari dana belanja Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN), baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun dana lainnya.

Subsidi Angsuran ditujukan untuk masyarakat miskin atau pra-sejahtera dengan kisaran penghasilan hingga maksimal Rp3,1 juta, dengan tujuan mengentaskan kemiskinan di desa. Untuk subsidi selisih bunga, penerimanya adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), yakni mereka yang berpenghasilan antara Rp3,1 juta hingga Rp8 juta. Dalam jenis subsidi ini, program pembiayaan bisa berbentuk KPR, Kredit Bangun Rumah, dan Kredit Renovasi Rumah.

Sementara Subsidi Premi Asuransi target penerimanya adalah masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT), yakni mereka yang memiliki penghasilan lebih dari Rp8 juta. MBT dapat menerima subsidi melalui premi asuransi untuk KPR yang mereka ajukan.

“Saat ini belum diputuskan skema mana yang akan diambil oleh pemerintahan baru, namun BTN terus berdiskusi dengan Satgas Perumahan,” ungkap Nixon. (MRI)