Tiga Stimulus Ini Diprediksi Dongkrak Performa Pusat Perbelanjaan
Jakarta – Sempat terpuruk selama dua tahun terakhir, pelaku usaha pusat perbelanjaan tetap optimis menjalani tahun 2022. Namun, performa pusat perbelanjaan bakal terdongkrak tahun ini jika pemerintah memberikan sejumlah stimulus.
“Ada tiga harapan kami pusat perbelanjaan terhadap pemerintah. Yang pertama adalah regulasi keseimbangan antara kesehatan dengan ekonomi. Saya kira saat ini kondisinya sudah jauh lebih baik daripada tahun 2020 dan 2021,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja Webinar Kolaborasi Industri Properti, Keuangan dan Material Bulding Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional, baru-baru ini.
Alphonzus melanjutkan, stimulus kedua yang bakal berefek positif adalah relaksasi dan subsidi secara langsung. Misalnya, pembebasan PPN terhadap jasa sewa ruang, subsidi upah pekerja dan diskon terhadap Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Hal-hal ini dirasakan masih sangat sedikit dan juga jangka waktunya sangat pendek. Misalnya subsidi gaji itu nilainya hanya Rp500 ribu per bulan dengan gaji karyawan maksimal Rp3,5 juta yang diberikan hanya dua bulan. Demikian juga dengan pembebasan PPN yang hanya sekitar tiga bulan,” jelas Alphonzus.
Stimulus ketiga, imbuh Alphonsuz, adalah terkait dengan peningkatan penjualan. Seperti halnya, stimulus pada sektor properti dan otomotif, pusat perbelanjaan juga berharap memperoleh stimulus yang serupa dalam meningkatkan penjualan.
“Pusat perbelanjaan juga berharap pemerintah memberikan relaksasi atau stimulus untuk bisa meningkatkan penjualan. Kami pernah meminta kepada pemerintah untuk membebaskan ataupun mengurangi tarif PPN supaya produk barang-barang menjadi lebih murah sehingga bisa menggairahkan penjualan,” terang Alphonzus.
Dampak Kenaikan PPN
Rencana pemerintah untuk menaikkan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022 turut memberikan kekhawatiran bagi sektor pusat perbelanjaan. Kenaikan tersebut akan menghambat laju pertumbuhan tahun ini di tengah optimisme para pelaku usaha.
“Kekhawatiran pertama adalah kesenjangan antara online dan offline akan makin besar. Kedua adalah dengan kenaikan tarif PPN ini tentunya produsen akan membebankan kenaikan ini kepada harga jual. Ketiga adalah untuk kalangan menengah bawah, kenaikan PPN akan menambah daya beli yang lebih sulit yang sekarang ini belum pulih,” tutup Alphonzus. (SAN)