
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berupaya memperbaiki program penyediaan fasilitas papan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang diongkosi oleh Bank Dunia. Hal ini menyusul rendahnya angka serapan Program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) setelah dua tahun bergulir yakni hanya 8,8 persen.
“Ini adalah tahun terakhir karena penyelenggaraan program ini akan berakhir Februari 2022. Selama dua tahun berjalan, program ini tidak terserap optimal. Kami berharap dengan adanya forum evaluasi dan perbaikan, maka BP2BT tahun 2021 bisa berjalan lebih baik,” kata Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR yang juga Kepala Project Management Committee National Affordable Housing Program (PMC NAFHP), Khalawi Abdul Hamid, saat Kick Off Meeting Pelaksanaan BP2BT Tahun 2021, di Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021.
Agenda ini bertujuan untuk percepatan pelaksanaan program BP2BT tahun anggaran 2021. Hasil yang diharapkan, meliputi pemetaan sebaran target rumah BP2BT berdasarkan provinsi, kota/kabupaten yang dibangun oleh pengembang, juga komitmen bank dalam program BP2BT serta prognosis penyaluran BP2BT dalam satu tahun.
Sebelumnya diberitakan, setelah dua tahun berjalan, program bantuan uang muka pembelian rumah bagi MBR ini ternyata tidak berjalan optimal. Betapa tidak, dari total anggaran sebesar USD 205 juta yang dikucurkan Bank Dunia, dalam dua tahun terakhir hanya terserap USD 18,1 juta. Secara unit, piutang Bank Dunia itu hanya dapat mendanai 6.534 unit rumah dari total yang direncanakan sebanyak 102.500 unit rumah.
Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Khusus Batam, Achyar Arfan menyayangkan bahwa pinjaman tersebut tidak dapat terserap optimal. “Kalau saja dulu mereka mau mendengar pendapat para pelaku dan calon konsumen pasti bisa lahir the winning formula,” tukas Achyar.
Menurut Achyar, minimnya minat MBR memanfaatkan program bantuan Bank Dunia itu akibat persyaratan yang terlalu ribet. “Tujuan program ini sebenarnya sangat baik. Hanya saja, program yang bagus ini sebaiknya tidak dikemas dengan berbagai persyaratan yang justru malah mempersulit masyarakat untuk mengaksesnya,” tegasnya.
Ubah Strategi
Diwawancarai terpisah, Ketua DPD REI Kepulauan Riau, Toni menyatakan, program tersebut sebenarnya sudah cukup bagus. Hanya saja ada sejumlah catatan penting yang perlu dikoreksi.
“Suku bunga program ini masih tinggi karena diatas dua digit. Itupun hanya untuk tempo 1-3 tahun pertama, dan selanjutnya mengikuti bunga pasar. Selanjutnya, batasan penghasilan yang hanya Rp 6 juta per bulan tidak sesuai untuk pasangan calon konsumen yang keduanya bekerja,” tutur Toni.
Toni berharap, suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) BP2BT ini bisa dipatok hanya 2-3 persen di atas bunga KPR Bersubsidi. “Selain itu, besaran penghasilan agar dapat dinaikkan, misalnya, Rp 10 juta per bulan. Bank penyalur KPR BP2BT agar difokuskan saja kepada perbankan syariah agar angsurannya tetap hingga akhir tenor KPR-nya,” ujar dia.
Terkait perubahan pola strategi BP2BT, Wakil Kepala PMC NAHP, Eko Djoeli Heripoerwanto menegaskan, pentingnya mengubah pola strategi untuk percepatan pelaksanaan Program BP2BT. Salah satunya adalah memperbanyak kerjasama dengan bank pelaksana penyaluran BP2BT.
“Kami berharap mitra perbankan serta bank pelaksana dapat menggali lebih mendalam keistimewaan program ini. Makin cepat mitra mengambil keputusan untuk berpartisipasi dalam program ini, maka akan semakin bagus,” ujar Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR.
Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Bidang Percepatan Pembangunan Perumahan Bersubsidi, Ahsanul Haq mengapresiasi upaya perbaikan yang dilakukan jajaran tim pelaksana program tersebut. “Sambutan positif atas antusiasme tim pelaksana NAHP yang baru ditunjuk. Kita juga patut mengapresiasi keinginan mereka untuk terus mengevaluasi serta membuka komunikasi secara transparan guna memperoleh masukan dari para pelaku usaha pembangunan perumahan bersubsidi,” kata Ahsanul. (BRN)