Begini Solusi Hilangnya Legalitas Fungsi Non-Hunian di UU 20/2011

Menghilangnya fungsi non-hunian di dalam Undang-undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, khususnya di dalam Pasal 50 menimbulkan polemik.
0
928
Ilustrasi Perkantoran Non-Hunian

Jakarta – Menghilangnya fungsi non-hunian di dalam Undang-undang No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun, khususnya di dalam Pasal 50 menimbulkan polemik. Meski di dalam penjelasannya mengatur di dalam fungsi campurannya. Tetapi, kenyataanya di dalam pasal atau batang tubuh UU No. 20/2011, khususnya di Pasal 50 menimbulkan problematika dan keresahan bagi para pelaku rumah susun.

“Hemat saya ketika memang ketiadaan fungsi bukan hunian ini bisa mempunyai aspek keresahan. Bisa saja mungkin pada saat pembentukan P3SRS-nya,” jelas Senior Lawyer Adhinata Law Office, Eko Ibnu Hayyan dalam Webinar Property Law bertopik Hilangnya Legalitas Fungsi Non-Hunian dalam Undang-Undang 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun; “Bagaimana Nasib Perkantoran, Mall, dan Kondotel?”, Rabu, 2 Maret 2022.

Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Dirjen Perumahan Kementerian PUPR, Pangihutan Marpaung memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, legalitas tanah dan SHMSRS sarusun non-hunian bagi rumah susun yang sudah terbangun, baik di atas HGB maupun HGB di atas HPL masih dimungkinkan diperpanjang dan diperbaharui sesuai dengan Perjanjian di antara pemegang Hak (PPRS dengan pemegang HGB/HPL atau HGB). Sepanjang tercantum dalam Perjanjian.

Kemudian yang kedua, untuk sarusun non-hunian pada rumah susun yang telah terbangun sejak berlakunya UU 20/2011 pada 1 (satu) tower rusun perlu adanya sarusun hunian. Hal ini supaya bisa diterapkan UU 20/2011. Kemudian, untuk bangunan mixed-use building, sepanjang ada sarusun hunian tidak ada masalah sepanjang berada pada Satu Tanah Bersama.

“Misalnya ada sarana non hunian yang berdiri terpisah dari sarana hunian, sepanjang dia satu tanah bersama itu tidak ada masalah. Masih bisa diterbitkan SHMSRS atas sarana hunian tadi,” ucap Paul demikian ia akrab disapa.

SHMSRS

Lalu, jika dibangun beberapa tower rusun dalam Satu Tanah Bersama, dimungkinkan membangun sarana komersial (sarusun non-hunian komersial). Sepanjang terdapat tower hunian agar sarusun non- hunian memperoleh SHMSRS.

“Bagaimana kalau towernya banyak? Usul saya adalah tanah bersamanya di pecah sehingga rusun yang dibangun itu bisa memperoleh SHMSRS sementara tower yang lain belum dibangun,” kata Paul.

Adapun untuk sarusun non-hunian pada tower rusun non-hunian tidak ada dasar hukum untuk menerbitkan SHMSRS, karena telah dibatalkannya UU 16/1985 oleh UU 20/2011. “Ini yang juga sering disalahartikan oleh teman-teman di PUPR.  UU 20/2011 itu SKBG hanya untuk rusun umum,” tukas Paul.

Yang terakhir adalah terbitnya UU 20/2011 sebetulnya mendorong penyediaan sarusun (hunian) yang lebih banyak. Ini berdampak pada tetap ada kehidupan pada Kawasan non permukiman (perkantoran, perdagangan, pergudangan, dan lain-lain). Selain itu, efisiensi penggunaan ruang, tanah dan infrastruktur, serta mendorong perwujudan Hunian Berimbang. (SAN)