Bank Diminta Selektif Salurkan KPR Subsidi

Bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi diminta memperhatikan ketepatan sasaran debitur sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan.
0
713
Konstruksi Rumah (Foto: Istimewa)

Jakarta – Bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi diminta memperhatikan ketepatan sasaran debitur sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Sebelum melakukan akad kredit, bank pelaksana juga diminta memperhatikan hal yang berkaitan dengan ketersediaan air minum, jaringan listrik dan utilitas di perumahan yang dibangun para pengembang.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan terdapat tujuh temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR terkait penyimpangan rumah bersubsidi.

Menurut Eko, masih ditemukan perumahan yang belum tersambung aliran listrik, air bersih, serta aksesibilitas transportasi publik. “Hal itu perlu disadari bahwa itu bukan tanggung jawab Kementerian PUPR, melainkan pemerintah daerah. Pengembang harus komunikasi dengan Pemda-nya,” tandas Eko Djoeli Heripoerwanto, dalam seminar daring bertajuk Optimalisasi Dukungan Bank Pelaksana demi Menjamin KPR Subsidi yang Lebih Tepat Sasaran” yang diadakan Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera), Selasa, 15 Juni 2021.

Eko menyebutkan, hasil temuan BPK, BPKP, dan Itjen Kementerian PUPR ditemukan beberapa hal. Diantaranya rumah KPR bersubsidi yang tidak sesuai tata ruang/perizinan, keterlambatan penyaluran SBUM oleh bank pelaksana, keterlambatan penyetoran dana bergulir dan tarif dana FLPP oleh bank pelaksana, bahkan terjadi dua rumah KPR subsidi digabung menjadi satu rumah.

“Terkait masih adanya rumah bersubsidi yang diperjualbelikan atau disewakan sebelum 5 tahun, perbankan semestinya juga bisa lebih menyosialisasikan tentang syarat huni rumah bersubsidi kepada calon debitur MBR,” jelasnya.

Direktur Utama Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Arief Sabaruddin mengakui ketepatan sasaran dari pemenuhan rumah bersubsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih menjadi PR pemerintah. Ketepatan sasaran yang dimaksud tidak hanya terkait sasaran penerima atau MBR saja, tetapi juga menyangkut kualitas rumah bersubsidi yang dibangun pengembang.

Menurut Arief, perlu peran pemerintah sebagai regulator dalam mengembangkan sistem besar untuk membangun ekosistem perumahan yang lebih baik. Dalam rangka itu, PPDPP menyebut telah memberikan kontribusi dengan mengembangkan sistem yang merangkum seluruh proses dalam pemenuhan rumah bersubsidi dengan berbasis teknologi informasi.

“Sejak tahun lalu kami sudah meluncurkan SiKasep (Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan) sebagai sistem besarnya dengan beberapa subsistem di bawahnya yang lebih detail dan memiliki fungsi spesifik,” jelas Arief.

Subsistem yang dimaksud antara lain Sistem Pemantauan Konstruksi (SiPetruk), Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang), dan Sistem Aktivasi QR Code (SiAki QC).

Arief menambahkan sistem-sistem tersebut saat ini sudah bisa digunakan oleh semua stakeholder perumahan bersubsidi, mulai dari konsumen, pengembang, hingga perbankan. Sistem besar SiKasep juga terkoneksi dengan lembaga-lembaga lain dalam rangka pengembangan big data perumahan. Ia menyebut koneksi sudah terbangun antara lain dengan Dukcapil Kemendagri, Ditjen Pajak Kemenkeu, BSSN, termasuk yang utama dengan 40 bank pelaksana serta anggota dari 21 asosiasi pengembang.

“Pengaplikasian sistem berbasis IT itu tentu saja kita harapkan bisa ikut mendorong tujuan kita semua agar distribusi rumah bersubsidi tepat sasaran dan lebih utama lagi mampu menjadikan MBR sepenuhnya menjadi subjek dalam ekosistem perumahan bersubsidi, bukan hanya menjadi objek,” tegasnya.

Mochamad Yut Penta, Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk mengatakan, pihaknya telah menjadi kontributor utama dalam menjalankan program perumahan nasional. Soal optimalisasi kualitas penyaluran KPR subsidi, maka perbankan harus punya misi yang sama.

“BTN mendukung dan berkepentingan dengan ketepatan sasaran dan kualitas kredit. Karena itu sebelum memberikan kredit bank harus melakukan penilaian terhadap watak, kemampuan, modal, dan prospek usaha debitur,” kata Penta.

Bank BTN, lanjut Penta, terus berupaya meningkatkan kualitas penyaluran KPR bersubsidi di setiap tahap penyaluran kredit. Diantaranya melakukan seleksi proyek dan pengembang. Dengan memastikan pengembang telah terdaftar di Sireng dan SiKumbang. melakukan verifikasi kelayakan dan kemampuan debitur dan melakukan penilaian serta akhir obyek rumah. “Pasca akad kredit kami melakukan monitoring bekerjasama dengan pengembang, meminta debitur menghuni rumah. Setelah dilakukannya akad kredit. BTN menetapkan organisasi dan unit tersendiri yang mengelola dan memastikan debitur memenuhi kewajibannya,” ujar Penta.

Linda Hairani, Pemimpin Divisi Bisnis Ritel, Konsumer dan UMKM PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel mengungkapkan, saat ini PT Bank Pembangunan Daerah Sumsel Babel sudah ada produk FLPP, SBUM dan dan di 2021 sudah PKS BP2BT. Syarat sama dengan bank lain. Seperti KPR FLPP uang muka 1  persen, suku bunga 5 persen dan waktu 20 tahun. BP2BT ada bantuan Rp40 juta dan tenor 20 tahun. “Kita terus sosialisasi dan edukasi masyarakat,” ujar Linda.

Penuh Ketidakpastian

Di sisi lain, Chief Executive Officer (CEO) Buana Kassiti Group, Joko Suranto mengatakan, pengembang saat ini harus membangun hunian ditengah ketidakpastian yang ada, dan ketidakpastian anggaran. Kemudian muncul Sireng dan segala turunannya sehingga akhirnya muncul SiPetruk.

“Mestinya lebih berimbang karena secara konstitusi negara harus menyediakan hunian bagi rakyatnya, dan kami sebagai developer siap membangun rumah itu sendiri. Tapi hal-hal yang tidak pasti seharusnya dikomunikasikan,” ujar Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Jawa Barat.

Joko mengatakan, REI Jabar saat ini bersama konsultan sedang menghitung apakah dengan kebijakan dan perubahan ini masih visible atau ekonomis. “Jangan jadikan kesalahan beberapa pengembang sebagai alat ukur secara keseluruhan pengembang. Kedepan diperlukan roadmap sehingga kami bisa membuat perencanaan,” kata Joko.

Tuti Mugiastuti, Direktur Utama TMA Group mengaku sependapat dengan Joko dan sebagai pengenbang merasakan bingung dan berat dengan SiPetruk yang akan diberlakukan. Semoga saja ada perubahan atau diundur. Saat ini juga ada terobosan baru yang dilakukan BTN dengan Tapera. Namun Tapera ruang lingkupnya sangat terbatas saat ini, hanya untuk ASN saja. Sementara ASN yang mengambil rumah, terutama di perumahan yang dibangun TMA Group relatif kecil, yakni kurang dari 5%. Jadi ini berat.

“Kemudian ada lagi BP2BT. Ini juga masih belum menarik di masyarakat sekalipun ada bantuan Rp40 juta. Karena suku bunga dan lainnya. Itu masih kurang menarik jika dibanding dengan FLPP dan SSB. Jadi pertanyaannya kenapa harus ke Tapera dan BP2 BT? Kenapa tidak ke FLPP dan SSB saja?” kata Tuti. (BRN)