IKN Mega Proyek untuk Sebaran Sentra Pertumbuhan Ekonomi

Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta – Rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur diharapkan dapat menjadi solusi dalam upaya pemulihan ekonomi nasional. Pasalnya, dengan adanya pemindahan IKN, akan menciptakan sebaran sentra pertumbuhan ekonomi baru.
“Pembangunan IKN dapat dipandang sebagai Mega Proyek Strategis yang akan membuka peluang investasi masif serta berimplikasi pada pembukaan lapangan kerja,” papar pemerhati pembiayaan infrastruktur dari Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII) Arnold Mamesah, saat dihubungi industriproperti.com, Rabu, 9 Juni 2021.
Model mega proyek dalam perspektif infrastruktur, kata Arnold, menjadi resep sejumlah negara untuk keluar dari depresi ekonomi. Sejarah mencatat, Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelet dengan proyek Interstate HIghway System untuk menghindarkan negerinya dari ancaman krisis mendalam pasca Great Depression pada 1929.
“Strategi serupa juga ditempuh oleh Adolf Hitler di Jerman dengan menginisiasi autobahn untuk mengoneksikan inner Jerman dengan berbagai sentra ekonomi,” kata Arnold.
Pasca Perang Dunia II di Eropa Barat dengan bantuan US melalui Marshall Plan juga dilakukan pembangunan masif yang menjadi bangkitan perekonomian Eropa Barat yang luluh lantak akibat perang.
Berbagai skema pembiayaan seperti recycle assets dari aset yang idle pasca pemindahan ibu kota dari Jakarta dapat menjadi sumber pembiayaan.
Lantas pertanyaan yang timbul kemudian, bagaimana dengan Jakarta setelah IKN berpindah?
Arnold meyakini bahwa Jakarta tidak akan terkena dampaknya. “Jakarta dengan kawasan Jabodetabek-Punjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur) tetap akan menjadi sentra ekonomi dan keuangan Indonesia. Dengan populasi secara kawasan mencapai 40 juta jiwa, Jabodetabek-Punjur akan menjadi kawasan urban terbesar di dunia,” bebernya.
Sebagai pembanding Ibu Kota Australia, Canberra, tapi sentra ekonomi dan keuangan tetap berada di Sydney. Demikian juga dengan New York dan Washington serta Rio de Janeiro dengan Ibu Kota Brasilia atau juga Ibu Kota China Beijing dengan sentra bisnis Shanghai.
Arnold menyebut, pemahaman ekonomi infratruktur pada era Presiden Soeharto yang kental dengan Widjojonomics, juga melakukan pembangunan infrastruktur dengan dukungan pinjaman Kelompok Antarpemerintah bagi Indonesia (Intergovernmental Group on Indonesia/IGGI sebagai pembangkit awal perekonomian pasca Orde Lama.
“Landasan pemikiran pembangunan infrastruktur dengan ketersediaan atau kelebihan dana hanya terjadi pasca Great Recession 2008 saat China menggelontorkan dana sekitar USD 580 miliar untuk pengembangan infrastruktur secara masif sebagai anticyclic kondisi perekonomian,” ujarnya.
Arnold menegaskan bahwa dalam perspektif ekonomi infrastruktur butuh wawasan jangka panjang bukan sekadar investasi dengan rentang waktu pendek, misalnya lima tahun. “Wawasan jangka panjang tersebut selaras dengan tekad agar Lolos Perangkap Pendapatan Menengah (Middle Income Trap) serta Visi Indonesia Emas 2045,” pungkasnya. (BRN)