
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. (Foto: Kemenko Perekonomian)
Jakarta – Industri properti kian bertransformasi menjadi salah satu sektor tumpuan bagi perekonomian nasional. Industri properti menyumbang multiplier effect baik dari sisi forward-linkage maupun backward-linkage bagi subsektor industri pendukung lainnya. Selain itu, mempengaruhi perkembangan sektor keuangan, serta menyerap tenaga kerja secara signifikan.
“Sektor real estate mengalami pertumbuhan penjualan positif sebesar 15,23% (yoy) pada Q2 yang didorong oleh membaiknya seluruh penjualan tipe rumah, terutama rumah tipe besar sebesar 29,86% (yoy), rumah tipe kecil dan menengah sebesar 14,44% (yoy) dan 12,25% (yoy),” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya, Rabu, 7 September 2022.
Menko Airlangga menjelaskan, peran penting dari sektor properti tersebut terlihat dari kontribusi terhadap PDB pada Q2-2022 yang mencapai 9,14% untuk konstruksi dan 2,47% untuk real estate. Selain itu, pertumbuhan sektor properti juga terlihat pada Q2-2022 dengan capaian sebesar 2,16% (yoy) untuk real estate.
Sedangkan pertumbuhan untuk sektor konstruksi sebesar 1,02% (yoy) di periode yang sama. Adapun angka pertumbuhan tersebut mendapat dukungan dari peningkatan Indeks Demand Properti Komersial pada Q2-2022 yang sebesar 1,58% (yoy).
Dukungan Pemerintah
Dengan dampak signifikan tersebut, Pemerintah telah memberikan dukungan melalui berbagai kebijakan. Sebut saja, pemberian Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) hingga paling tinggi 100% untuk kredit properti, bagi bank yang memenuhi persyaratan rasio Non Performing Loan/Non Performing Financing.
Selain itu, Pemerintah juga telah memberlakukan perpanjangan insentif PPN sebesar maksimal 50% untuk rumah atau unit dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar. Kemudian, insentif PPN sebesar maksimal 25% untuk rumah atau unit dengan harga jual di atas Rp2 miliar sampai Rp5 miliar. Kebijakan tersebut berlaku hingga September 2022.
Menko Airlangga juga menyampaikan bahwa berbagai kebijakan Pemerintah tersebut perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak. Caranya melalui kolaborasi dan inovasi guna mengatasi berbagai tantangan mulai dari konflik geopolitik global, disrupsi rantai pasok, krisis energi, risiko stagflasi, normalisasi suku bunga negara maju, hingga perubahan iklim. (SAN)