Satu Dekade, FLPP Danai 800 Ribu Rumah Subsidi

0
635

Jakarta – Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah menyalurkan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp 11,23 triliun atau setara 109.253 unit rumah bersubsidi sepanjang tahun 2020 kemarin. Dengan begitu, selama satu dekade kehadirannya, program FLPP ini telah berhasil mendanai penyediaan rumah sebanyak 764.855 hunian bersubsidi atau setara Rp 55,59 triliun.

“Adapun kelompok penerima FLPP berdasarkan jenis pekerjaan, dari tahun 2010 hingga akhir 2020 (per 28 Desember 2020), yakni 72,55 persen dari karyawan swasta. Di urutan kedua teratas sebesar 12,08 persen berasal dari kalangan aparatur sipil negara (AS). Selanjutnya, wiraswasta sebanyak 8,30 persen, TNI dan Polri sebesar 3,95 persen, dan lain-lain sebanyak 3,12 persen,” beber Direktur Utama PPDPP, Arief Sabaruddin, dalam keterangan pers akhir tahun yang diterima redaksi industriproperti.com, beberapa waktu lalu.

Arief menyebut, untuk tahun ini, pihaknya akan mendanai kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP sebanyak Rp 19,1 triliun atau setara 157.500 unit rumah.” Target yang melampaui capaian tahun lalu disalurkan oleh 30 bank pelaksana sesuai dengan pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Operasional (PKO) yang ditandatangani pada Jumat, 18 Desember 2020,” kata Arief.

Adapun 30 Bank Pelaksana tersebut terdiri dari sembilan bank nasional dan 21 bank pembangunan daerah (BPD), baik konvensional maupun syariah, antara lain: Bank BTN, Bank BTN Syariah, Bank BNI, Bank BNI Syariah, Bank Mandiri, Bank BRI, Bank BRI Syariah, Bank BRI Agro, dan Bank Artha Graha. Selanjutnya, BPD BJB, BPD Sumselbabel, BPD Sumselbabel Syariah, BPD NTB Syariah, BPD Jatim, BPD Jatim Syariah, BPD Sumut, BPD Sumut Syariah, BPD NTT, BPD Kalbar, dan BPD Kalbar Syariah.

Berikutnya, BPD Nagari, BPD Nagari Syariah, BPD Aceh Syariah, BPD Riau Kepri, BPD Riau Kepri Syariah, BPD DIY, BPD Kalsel, BPD Kalsel Syariah, BPD Jambi, dan BPD Jambi Syariah.

Kilas Balik FLPP

Usia KPR FLPP sudah 10 tahun. Program ini digagas oleh Menteri Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa, tak lama setelah politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu didapuk menjadi menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Skema FLPP bertujuan untuk mengejar kurangnya pasokan hunian dibandingkan angka kebutuhan masyarakat, atau biasa disebut backlog, yang kala itu disebut-sebut telah mencapai 13,5 juta unit rumah.

Dalam skema ini, konsumen akan mendapatkan bunga kredit tetap hingga perjanjian kredit berakhir. Skema ini menggunakan dana bergulir dari pemerintah, yang disalurkan melalui bank pelaksana KPR FLPP.

Jangka waktu pinjaman FLPP maksimal 20 tahun dengan tingkat bunga sempat mencapai 8,15% – 8,5% per tahun untuk rumah tapak dan 9,25% – 9,95% untuk rumah susun. Belakangan, pada tahun 2012 besaran bunganya dipangkas menjadi 7,25% untuk rumah tapak maupun rumah susun.

KPR FLPP untuk rumah tapak sempat dihentikan sementara pada Maret 2015 silam. Penghentian penyaluran KPR FLPP ini bertujuan untuk mengalihkan skema subsidi dari rumah tapak ke hunian jangkung.

Namun, mayoritas pengembang kala itu kurang merespons karena penyelenggaraan proyek hunian vertikal mewajibkan sejumlah aspek teknis dan non-teknis yang sangat rumit sehingga menjadi tidak sebanding dengan potensi keuntungannya.

Belakangan, pada tahun 2016, pemerintah menerbitkan skema baru pembiayaan rumah bersubsidi yakni memberikan uang muka hanya 1% dengan tingkat bunga pinjaman tetap selama 20 tahun sebesar 5%. (BRN)