Padang – Kalangan pengembang hunian bersubsidi kembali menyoal aplikasi Sistem Informasi Pemantauan Konstruksi (SiPetruk). Mereka khawatir program yang segera berlaku efektif per Juli 2021 mendatang bakal memicu macetnya proses pengajuan kredit di Bank Pelaksana sehingga pembangunan hunian bersubsidi menjadi mandek.
“Mestinya Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) dapat menyikapi berbagai kendala yang mungkin timbul dari penerapan aplikasi ini. Sebaiknya penerapan aplikasi SiPetruk ditunda supaya dapat meminimalisasi peluang timbulnya persoalan teknis,” ucap Direktur PT Ogy Lambau Pratama, Joni Halim Ja’far saat berbincang dengan industriproperti.com, di Padang, Kamis, 25 Februari 2021.
Pelopor pengembangan perumahan bersubsidi di Provinsi Sumatera Barat ini menegaskan, pihaknya bukan ingin menolak program yang telah diluncurkan pada 18 Desember 2020. “Program ini sangat bagus karena bertujuan menjamin kualitas produk bangunan rumah bersubsidi. Tapi, rasanya sulit jika dalam empat bulan kedepan harus menuntaskan sosialisasi serta membiasakan penggunaan aplikasi ini di lapangan,” ucap Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat (DPP REI) Bidang Penyediaan Perumahan Sejahtera Tapak.
Wakil Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI Jambi, Abror, mengutarakan hal senada. Pengembang rumah subsidi di Jambi, kata Abror, terkendala dengan ketentuan terkait sertifikasi tenaga ahli serta sertifikasi badan usaha (SBU) perusahaan developer sebagai pengganti Manajemen Konstruksi.
“Sebab, proses pensertifikasian itu harus diajukan ke level pusat. Sedangkan LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) di tingkat daerah sudah bubar sejak akhir tahun kemarin,” tukasnya.
Tahun ini, PPDPP memang berfokus pada kualitas bangunan, sesuai dengan target Menteri PUPR dalam pelaksanaan supervisi bangunan yang salah satunya melalui aplikasi SiPetruk. Kebijakan PPDPP itu demi memastikan kelayakan bangunan bikinan pengembang telah sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 20/PRT/M/2019 Tahun 2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Salah satu pasal dalam beleid itu mengatur tentang standar kualitas rumah subsidi.
Soal kualitas bangunan, Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono pada beberapa kesempatan secara tegas menyebut, pihaknya tidak akan lengah untuk memastikan kualitas produk rumah bersubsidi. Pasalnya, program rumah bersubsidi melibatkan anggaran negara. “Kami bertanggung jawab terhadap konsumen karena ada uang APBN di KPR FLPP. Selama ada penggunaan dana APBN, kami harus mempertanggungjawabkan kualitas rumah bersubsidi,” sebut Basuki.
Direktur Utama PPDPP, Arief Sabaruddin menambahkan, pihaknya melakukan pemantauan di lapangan melalui aplikasi SiPetruk. Apabila sebelumnya pemantauan hanya seputar keterhunian unit rumah subsidi, maka SiPetruk dapat memastikan kesesuaian kualitas rumah subsidi dengan aturan yang ada.
“Spirit kami dalam menciptakan SiPetruk adalah untuk menciptakan sebuah iklim usaha positif yang lebih sehat di bidang properti, khususnya pada rumah susbidi. Aplikasi ini juga menjadi salah satu upaya pemerintah untuk melindungi konsumen dalam memperoleh rumah subsidi,” tukas Arief.
Arief menyatakan, bahwa penerapan aplikasi bertujuan bukan untuk menghukum atau mencoret nama perusahaan pengembang yang tak dapat memenuhi kualitas produk sesuai ketentuan yang berlaku.
“Hanya saja, bagi proyek yang tidak dapat memenuhi ketentuan, maka tidak dapat lolos dalam SiPetruk. Itu artinya, proyek itu tidak akan masuk pada aplikasi Sistem Informasi Kumpulan Pengembang dan proyek tersebut tidak bisa dipasarkan sebagai rumah subsidi pada program Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep),” bebernya.
Ancaman Hukum
Dalam penerapannya, aplikasi SiPetruk mempersyaratkan perekaman sejumlah data terkait proyek hunian bersubsidi. Antara lain, perekaman gambar progres pembangunan rumah untuk sejumlah tahapan. Dokumentasi itu nantinya harus diunggah ke aplikasi SiPetruk.
Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida mengungkap, dari perbincangannya bersama sejumlah bankir, adanya kekhawatiran ancaman hukum yang bakal mengintai pasca penerapan aplikasi SiPetruk. “Jika ada yang keliru dalam mengunggah data hasil perekaman ke aplikasi itu, siapa yang akan terancam hukuman, baik perdata maupun pidana? Siapa yang akan bertanggung jawab? Developer dan Bank Pelaksana KPR Bersubsidi tentunya tidak mungkin dituntut pertanggungjawaban karena pemrosesan datanya menggunakan skema single window,” sebut Totok.
Totok juga mempertanyakan aspek teknis terkait perekaman data lokasi serta gambar unit rumah subsidi. “Apakah aplikasi yang ada di Google Map dapat mengakomodasi perekaman data itu? Padahal ukuran lebar kavling rumah bersubsidi hanya enam meter persegi. Bisa jadi kacau itu penentuan titik lokasi yang terbaca pada Google Map dengan ukuran hanya enam meter persegi,” ujarnya.
Kendati demikian, Totok tetap mengapresiasi upaya PPDPP untuk mengawal perbaikan kualitas produk hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Tujuannya bagus demi menjaga kualitas produk rumah subsidi. Tapi sebaiknya realistis saja. Kami berharap bisa berdiskusi dengan pimpinan PPDPP untuk membahas permasalahan SiPetruk,” ucapnya.
Jika menengok problem pelik dari pemberlakuan aplikasi SiPetruk, wajar apabila pengembang merasa kecewa. Betapa tidak, selama ini APBN yang disitir Menteri PUPR mengalir ke proyek rumah bersubsidi, seluruhnya untuk mendongkrak permintaan semata. Sedangkan di sisi hulu, yakni rantai pasok, sangat minim perhatian.
“Developer membangun proyek rumah subsidi dengan modal dari pinjaman bank. Tingkat bunganya pun terhitung bunga komersial. Sedangkan produk kami adalah rumah subsidi yang notabene ada batasan harga jualnya,” tukas Direktur PT Setia Utama Persada, Andi Atmoko Panggabean.
Adalah wajar jika Moko, sapaan karib Ketua DPD REI Sumatera Utara, berharap PPDPP menunda pemberlakuan aplikasi SiPetruk hingga program tersebut benar-benar siap pakai. “Kalau bisa, PPDPP menunda program SiPetruk sampai akhir tahun ini,” pungkasnya. (BRN)