Kebijakan Pembiayaan Perumahan Belum Memihak MBR Informal

Sejumlah kalangan menilai bahwa kebijakan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di sektor informal masih sangat minim.
0
553

Jakarta – Sejumlah kalangan menilai bahwa kebijakan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di sektor informal masih sangat minim. Untuk itu, perlu adanya upaya nyata dalam bentuk kebijakan, instrumen, serta alokasi guna mewujudkan kebijakan publik pembiayaan perumahan bagi kelompok MBR sektor informal.

Harus ada dokumen peta jalan (roadmap) ekosistem pembiayaan perumahan yang mengintegrasikan lembaga pembangunan dengan lembaga pembiayaan perumahan rakyat. Demikian catatan “Focuss Group Discussion (FGD); Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan bagi MBR Non Formal: Konsep, Tantangan dan Agenda ke Depan” yang diselenggarakan The HUD Institute secara hibrid, Rabu, 30 Maret 2022.

“Pemerintah bisa memfasilitasi, memudahkan lembaga dan sumber dana non APBN atau APBD dari masyarakat. Perlu adanya partisipasi dan kolaborasi dunia usaha atau industri, dan sumber lainnya sehingga tercipta kewirausahaan sosial guna membangun pembiayaan perumahan bagi MBR informal secara berkelanjutan,” tukas Ketua Majelis Tinggi The HUD Institute, Andrinof A. Chaniago.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra Zuna mengatakan, sebanyak 59,95 persen masyarakat bekerja di sektor informal. Dari jumlah tersebut, sebanyak 74 persen belum memiliki rumah. Sebanyak 26 persen sudah memiliki rumah, dan 87 persen memerlukan perbaikan rumah. Sementara dari 74 persen pekerja sektor informal yang belum memiliki rumah itu, berkeinginan membangun rumah sendiri.

“Pembiayaan mikro perumahan bagi MBR informal merupakan tantangan yang serius ke depan. Bagaimana kita bisa membangun lewat skema program yang sudah ada dan harus ada pengembangannya. Jenis hunian juga perlu menjadi perhatian. Kita juga harus menyelesaikan problem urbanisasi yang semakin tinggi dan berpusat di kota supaya tidak terjadi defocusing.  Skema renovasi, membangun rumah secara bertahap dan rumah tumbuh adalah skema yang sudah berjalan dan butuh peningkatan,” ujarnya.

Herry menegaskan, perlu adanya perangkat agar sektor informal bisa masuk ke formal. Pilihan pembiayaan yang sudah ada harus terus dikembangkan namun jangan sampai bertabrakan satu sama lain. “Segmentasi harus dirancang secara benar dan terstruktur. Sanitasi dan air minum yang sebelumnya minim perhatian, harus menjadi prioritas dan terintergrasi,” tegasnya.

Program Strategis

Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto menambahkan, strategi penanganan penyediaan perumahan bagi pekerja informal selama ini sudah bergulir. Yakni melalui pengembangan rumah umum sewa terjangkau bagi MBR di 10 kawasan metropolitan berupa hunian vertikal.

Program lainnya di segmen ini yaitu penguatan kelembagaan rumah umum dengan terbentuknya Badan Penyelenggaraan Percepatan Perumahan (BP3) dan Perumnas. Selain itu, mendorong Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), peningkatan prasarana, sarana dan utilitas (PSU), serta penyusunan regulasi Badan Pelaksanaan Rumah Umum. Terakhir, program ini juga berupa penyediaan voucher sewa perumahan umum bagi kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.

“Tidak hanya sisi kebijakan, pemerintah sudah menyusun pembiayaan adaptif bagi MBR dengan membuat linkage program pembiayaan mikro UMKM dengan perumahan. Pemberdayaan dan penugasan kepada Bank BTN, Bank BRI, dan PT PNM (PT Permodalan Nasional Madani) untuk pembiayaan perumahan mikro,” ucap Iwan.

Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Administrasi Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Nostra Tarigan menyatakan, selama periode 2010 – 2021 realisasi penyaluran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) masih didominasi pekerja formal yakni sebanyak 827.052 unit. Sedangkan pembiayaan perumahan bagi pekerja informal meliputi petani, nelayan, wiraswasta murni dan pekerja sektor jasa lainnya, baru mencapai 116.527 unit.

BP Tapera (Foto: DPP REI)

Adapun bank penyalur FLPP terbesar untuk pekerja informal yaitu Bank BTN dan BTN Syariah, sebanyak 68.704 unit. Wilayah penyaluran FLPP terbesar untuk untuk pekerja informal yaitu di Provinsi Jawa Barat sebanyak 24.516 unit.

Sebagai katalis pembiayaan perumahan MBR di sektor informal, imbuh Nostra, BP Tapera memiliki beberapa program strategis. Antara lain akuisisi peserta dan pengelolaan kepesertaan, pengumpulan dan pengembalian tabungan, pemetaan risiko serta menyiapkan produk pembiayaan perumahan bagi MBR informal. Lembaga ini juga menjadi central database terhadap peserta pekerja informal dan menyalurkan pembiayaan perumahan kepada peserta dengan asas gotong royong.

“BP Tapera akan bekerja sama dengan program dari Kementerian, Lembaga, BUMN, swasta serta platform dan komunitas untuk kolaborasi program dan data. Sehingga MBR informal menjadi lebih mudah menjangkau akses pembiayaan perumahan serta membantu menekan risiko bagi perbankan. Penempatan dana tapera di bank/ lembaga penyalur  dapat tersalurkan kepada MBR informal dalam bentuk produk pembiayaan sesuai karakteristik MBR,” kata Nostra.

Terbuka Peluang

Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agus Maiyo membeberkan, tidak mudah bagi MBR khususnya pekerja sektor informal mengakses pembiayaan perumahan. Namun, tetap terbuka peluang bagi lembaga keuangan nonbank untuk melayani MBR informal.

“OJK memastikan bahwa lembaga atau pihak yang terlibat dalam pembiayaan perumahan bisa memetakan resiko terhadap kredit MBR informal. Bank penyalur dapat melakukan mitigasi sehingga menumbuhkan kepercayaan dalam penyaluran pembiayaan kepada MBR informal,” tegasnya.

Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, Mochamad Yut Penta mengusulkan beberapa program pembiayaan bagi MBR informal. Menurutnya, pemerintah daerah (pemda) perlu melakukan pendataan MBR maupun komunitas tempat bernaung pekerja sektor informal. Selain itu, perlu adanya edukasi dan pendampingan secara intensif kepada target sasaran.

“Pemda menyediakan lahan untuk pembangunan rumah khusus MBR informal melalui metode HPL (hak pengelolaan lahan). Bagi MBR tanpa kemampuan mengangsur bisa memperoleh bantuan stimulan perumahan swadaya (BSPS) untuk pembangunan rumah baru atau renovasi unit rumah lengkap dengan lahan rumah oleh Pemda. Untuk rusunawa dengan pembatasan masa sewanya. Sedangkan bagi MBR dengan kemampuan mengangsur bisa memperoleh program pembiayaan mikro perumahan,” ujarnya. (BRN)