
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono (Foto: Istimewa)
Jakarta – Pengembangan hunian inklusif menekankan adanya prinsip keadilan bagi seluruh elemen masyarakat. Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono saat membuka Webinar Indonesia Housing Forum 2021: “Membangun Hunian yang inklusif untuk Masa Depan yang Lebih Baik”, Kamis, 14 Oktober 2021.
“Untuk itu, perlu dikembangkan konsep hunian inklusif yang menekankan adanya prinsip keadilan bagi seluruh elemen masyarakat untuk dapat memperoleh hunian yang aman, layak, dan terjangkau, termasuk dalam hal ini untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” terang Basuki,
Pembangunan perumahan yang inklusif, imbuh Basuki, membutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah serta sektor swasta. Penyediaan perumahan yang aman, terjangkau, dan layak bagi kesehatan serta kesejahteraan untuk seluruh elemen masyarakat merupakan agenda penting pemerintah Indonesia.
Hal ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) ke-11 yaitu membangun kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Selain itu, beriringan pula dengan The New Urban Agenda yang menyebutkan inclusive housing sebagai salah satu elemen dalam membangun kota berkelanjutan.
“Saat ini kita masih melihat kondisi pembangunan perumahan yang belum ideal. Orang mampu dapat tinggal di pusat kota dengan kemudahan transportasi menuju tempat beraktifitas. Di sisi lain, Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) masih banyak yang tinggal di pinggiran kota. Dengan biaya transportasi yang lebih mahal,” jelas Basuki.
Tantangan Hunian Inklusif
Penyediaan perumahan yang inklusif di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan berat, antara lain pertama, masih rendahnya persentase kredit pemilikan rumah (KPR) terhadap PDB dibanding dengan negara lain, yaitu hanya sekitar 2,9 persen.
Tantangan kedua, yaitu penjalaran kota (urban sprawl) yang membutuhkan solusi peningkatan perumahan di wilayah perkotaan tanpa merusak kawasan pedesaan. Termasuk, tidak merusak daerah-daerah produktif pertanian/irigasi. Hal ini menjadi tantangan mengingat pada tahun 2045 prediksinya sebanyak 220 juta penduduk Indonesia akan tinggal di daerah perkotaan.
Angka tersebut meningkat dari 56 persen menjadi 70 persen dari total populasi. “Ketiga, masih banyaknya rumah tidak layak huni dan backlog perumahan,” ungkap Basuki.
Adapun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, pemerintah menargetkan peningkatan Rumah Tangga yang menempati rumah layak. Angkanya dari semula 56 persen menjadi sebesar 70 persen atau ekuivalen dengan 11 Juta Rumah Tangga.
Untuk mempercepat penyediaan perumahan di Indonesia, Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 telah mencanangkan Program Sejuta Rumah untuk meningkatkan sinergi antar pelaku pembangunan dalam kerangka ekosistem perumahan.
“Capaian Program Sejuta Rumah dalam periode 2015-2019 sebanyak 4,7 juta unit. Tahun 2020 sebanyak 965 ribu unit dan hingga bulan September 2021 sebanyak 763 ribu unit,” tutup Basuki. (SAN)