REI Usul Skema Pengembangan Rumah untuk Korban Bencana

0
1069

Jakarta – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mengusulkan sejumlah skema pembangunan hunian layak bagi para korban bencana alam. Untuk itu, pengembang yang sudah mengantongi surat izin usaha jasa konstruksi (SIUJK) dapat turut serta dalam pembangunan rumah khusus bencana.

“Pemerintah bersama BNPB menyiapkan lokasi baru bagi para korban bencana yang relatif tidak rentan terjadinya bencana alam. Adapun tanah tersebut diberikan Hak Guna Bangunan (HGB) diatas Hak Pengelolaan (HPL). Status HGB diberikan hingga 90 tahun,” ucap Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI, Paulus Totok Lusida, saat menjadi narasumber pada “Workshop Nasional: Strategi dan Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Stimulan untuk Pembangunan Rumah di Daerah Pasca Bencana” yang diselenggarakan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis, 17 Desember 2020.

Totok menjelaskan, pihaknya akan memberikan rekomendasi serta jaminan bagi pengembang yang kredibel dalam membangun rumah pasca bencana. “Tidak hanya itu, korban bencana yang masih memiliki outstanding kredit pemilikan rumah (KPR), diusulkan agar dapat memperoleh relaksasi berupa haircut KPR dan dapat mengajukan KPR yang baru,” ucapnya.

Lebih jauh Totok mengatakan, rumah khusus bagi korban bencana seluas 6 x 6 m2 yang akan diproduksi secara massal itu diperkirakan menelan biaya sekitar Rp 50 juta per unit. Adapun sumber pendanaan dalam penyediaan rumah layak huni bagi korban bencana alam bisa diperoleh dari anggaran negara maupun dana dari pihak swasta.

“Pihak perbankan juga diharapkan ikut serta berperan aktif yakni dengan jalan menerbitkanprogram KPR (kredit pemilikan rumah) khusus bencana. Perbankan juga bisa diminta untuk menggelontorkan kredit konstruksi dengan tingkat bunga maksimal 7%,” kata Totok.

Selanjutnya, imbuh Totok, pengembang akan melakukan pembangunan rumah yang kemudian dipasarkan kepada para korban bencana. “Masyarakat bisa membeli rumah itu melalui dana bantuan atau melalui program KPR khusus bencana,” tegasnya.

Seperti diketahui, Indonesia terletak antara tiga pertemuan lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Posisi ini menyebabkan Indonesia rawan terjadi bencana alam berupa gempa bumi. Untuk itu, DIrektorat Pemulihan dan Peningkatan Fisik Kedeputian Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB menyelenggarakan kegiatan pendampingan pemulihan dan peningkatan fisik sektor permukiman dan infrastruktur. (BRN)