Prof. Soedharto: Walikota Semarang is a Good Listener!
Semarang – Guru Besar Lingkungan Universitas Diponegoro Prof. Soedharto P. Hadi sampaikan selamat dan penghargaan yang setinggi-setingginya kepada para penulis atas terbitnya buku “Ketahanan Iklim Perkotaan: Konsep, Praktik, Instrumen dan Tata Kelola” hasil kerjasama Center for Urban and Regional Resilience (CURE) Fakultas Teknik UNDIP, Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Provinsi Jawa Tengah, dan Inisiatif Kota Untuk Perubahan Iklim (IKUPI), pada Sabtu 8 Mei 2021.
“Menulis buku itu bekerja untuk keabadian. Buku ini mengajak pembaca untuk memahami problematika banjir di Kota Semarang, yang tak hanya berasal dari limpasan air di bagian hulu dan tengah, namun juga karena kenaikan muka air laut dan cuaca ekstrim, sebagaimana terjadi pada awal tahun ini. Keunikan buku ini terletak pada dibahasnya berbagai dimensi pembangunan yang menentukan fenomena perubahan iklim, seperti kebencanaan, transportasi dan keanekaragaman hayati”, ujar Soedharto.
Soedharto meyakini bahwa kepemimpinan dan kelembagaan merupakan faktor kunci keberhasilan kota menghadapi dampak perubahan iklim. “Walikota (Semarang) is a good listener. Beliau senang mendengar dan mengakomodasi masukan. Dewan Pertimbangan Pembangunan Kota (DPPK) bertemu tiga kali setahun dengan beliau. Ia menyampaikan program dan mempersilahkan DPPK untuk mengulasnya”, jelas Soedharto.
Pada kesempatan tersebut, hadir pula Oswar Mungkasa dari Bappenas yang menyoroti konsep ketahanan kota yang belum berhasil terinternalisasi dalam dokumen perencanaan. Ia menemukan selama ini hibah kerjasama hanya berkibar ketika programnya berjalan. Diperlukan upaya advokasi agar program yang berkaitan dengan perubahan iklim dapat diarusutamakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) atau Rencana Strategis (Renstra).
Oswar juga mendukung dibentuknya Forum Ketahanan Kota sebagai wadah bertukar gagasan terkait isu perubahan iklim. “Proses penyusunan strategi ketahanan kota bermuara pada forum kolaborasi. Unit ini membantu menjembatani proses top down dan bottom up dalam pengambilan kebijakan, sehingga konsep ketahanan kota dapat menjadi arus utama”, pungkas Oswar.
Penerbitan buku ini juga memberikan manfaat dari sudut pandang komunikasi sosial. “Belum semua orang memahami perubahan iklim. Tidak sedikit yang memaknai profesi di bidang perubahan iklim sebagai pawang hujan atau peramal cuaca dan meyakini bahwa bencana semata-mata adalah kehendak Tuhan. Bagian Pendalaman Konsep pada buku ini membuat saya belajar banyak tentang istilah-istilah perubahan iklim dalam bahasa yang mudah dipahami”, ujar Lia Zakiyyah dari Climate Reality Project yang juga hadir dalam kesempatan tersebut.
Lebih lanjut, Lia mengangkat pentingnya pelibatan pemuda dalam aksi perubahan iklim. “Pemuda dapat menjadi agen perubahan untuk mengedukasi peers-nya. (Namun untuk itu) diperlukan banyak program peningkatan kapasitas dan edukasi, baik secara formal maupun informal. Jika tidak aware akan susah mengajak untuk berpartisipasi’, kata Lia.
Mewakili tim editor yang terdiri dari Rukuh Setiadi, Raka Suryandaru dan Tia Dianing, Wiwandari Handayani menyampaikan motivasi penyusunan buku ini. “Buku (ini disusun) sebagai dokumentasi atas kegiatan inisiatif perubahan iklim yang kami lakukan di Semarang selama 10 tahun terakhir. Buku ini menjadi pembelajaran bagi kami untuk lebih baik kedepannya dan bagi kota agar mampu menjalani proses adaptasi yang transformatif, beyond business as usual”, jelas sosok yang akrab dipanggil Wiwik tersebut.
Menutup acara yang diikuti lebih dari 100 peserta ini, Ketua IAP Jawa Tengah Agung Pangarso menyambut baik peluncuran buku Ketahanan Iklim Perkotaan. “Buku ini menjawab kebutuhan planner tentang referensi untuk praktek perencanaan yang sensitif terhadap perubahan iklim. Dengan demikian, harapan untuk memiliki ruang yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan dapat terwujud”, pungkas Agung. (ADH)