Jakarta – Pemerintah memiliki waktu dua tahun untuk merevisi UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) sejak keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) dibacakan. Setidaknya, ada empat langkah pemerintah guna menindaklanjuti putusan tersebut.
“Dengan waktu dua tahun ini kita manfaatkan seoptimal mungkin untuk meyelesaikan arahan dari Mahkamah Konstitusi,” ucap Asisten Deputi Moneter dan Sektor Eksternal Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Ferry Irawan dalam Webinar Economic and Business Outlook 2022, Kamis, 20 Januari 2022.
Ferry menjelaskan, langkah pertama adalah memberikan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat, pasar, asosiasi dan investor. Menegaskan pula bahwa UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksanaannya masih berlaku dan tidak ada materiil UU yang dinyatakan batal oleh MK.
“Dengan demikian pelaksanaan UU Cipta Kerja yang menyangkut antara lain Perizinan Berusaha dan OSS, Ketenagakerjaan termasuk upah minimum provinsi dan kabupaten/kota, dan fasilitas bagi UMKM tetap berlaku,” jelas Ferry.
Langkah kedua adalah melakukan amandemen Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Amandemennya berupa penambahan metode dan Teknik penyusunan Undang-undang melalui pendekatan omnibus law untuk memenuhi aspek legalistik positif. Amandemen tersebut akan masuk dalam Prolegnas Prioritas 2022.
Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) yang terbit setelah putusan MK bersifat operasional. Selain itu, akan menggunakan landasan hukum lainnya. Misalnya, Peraturan Presiden tentang Neraca Komoditas akan berdasarkan pada UU Perdagangan.
Tetap Berlaku
Kemudian, Peraturan Menteri/Kepala Lembaga dan Peraturan Daerah/Kepala Daerah masih perlu ada penyempurnaan. Lalu, pernerapan sistem Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan Sistem Online Single Submission (OSS) tetap berjalan seperti biasa.
“Implementasi UU CK terutama yang sifatnya operasional kalau PP dan Perpresnya sudah terbit maka aturan turunannya juga dikawal operasionalisasinya,” tegas Ferry.
Terakhir yang keempat adalah revisi UU CK akan mengacu pada amandemen UU 12/2011 (penyesuaian metode dan teknik penyusunan UU). Untuk menjamin keberlanjutan dan kepastian hukum, revisi UU CK harus segera selesai sebelum KTT G-20. Penyelesaian revisi UU CK sebelum KTT G-20 akan memberikan kesan positif atas konsistensi Indonesia dalam transformasi struktural.
“Berbagai kebijakan ini baik jangka pendek dengan program PEN maupun reformasi struktural yang kita kawal melalui implementasi UU CK. Kita harapkan bisa terus meningkatkan optimisme terhadap kondisi ekonomi domestik,” pungkas Ferry. (SAN)