Guru Besar UGM: Perlu Perubahan Paradigma Pembangunan Perumahan

0
1389

Tangerang Selatan  Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Budi Prayitno menyatakan perlu adanya pergeseran paradigma dalam pembangunan perumahan dari pendekatan subyek penerima manfaat ke pendekatan sistem kolaboratif berskala besar. Usulan tersebut disampaikannya pada Orasi Ilmiah bertema “Perumahan Kolaboratif Skala Besar Berbasis Komunitas dalam Arus Perubahan” pada Musyawarah Besar (Mubes) II dan Tasyakuran Milad X The Housing and Urban Development (HUD) Institute.

Kolaborasi yang dimaksud Budi ialah penguatan pemberdayaan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pengembang, masyarakat, lembaga keuangan bank maupun non-bank, hingga pendamping baik akademisi maupun lembaga swadaya masyarakat.

“Pada awal tahun 2000 atau sebelumnya dikenal program tridaya atau tribina, khususnya dalam perumahan swadaya dulu dilakukan melalui pendekatan subyek penerima manfaat,” ujar Guru Besar Arsitektur Permukian dan Urbanisme itu.

Namun sekarang, menurut Budi, terjadi pergeseran dan perkembangan paradigma menjadi sistem kolaborasi skala besar.

“Kalau dulu belum kenal pinjam kredit, tapi sekarang ada pembiayaan lahan, pembiayaan mikro, BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan), yang merupakan pendekatan bukan lagi konstruksi rumah,” ujar Budi yang mencontohkan beberapa fenomena yang terjadi dalam pembangunan perumahan di Provinsi Jawa Tengah maupun Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten).

“Di Jawa Tengah ada usaha berkelompok membeli tanah dapat rumah, sudah jadi tanah matang, dari situ mengakses bank setempat, bunga sebesar 10 persen, dari situ punya tanah difasilitasi untuk mendapatkan bantuan untuk konstruksinya, dibantu teknologi PUPR, ini sangat berkembang dan cukup bagus,” ujar Profesor Budi dalam paparannya.

“Begitu juga di Kabupaten Tangerang, di pesisirnya ada tanah kas desa, dijual oleh kepala desa secara murah dan dicicil dengan adminstrasi tanah yang legal diserahkan ke warga untuk mendapat fasilitasi dari Pemerintah maupun CSR, hingga dari PT. SMF (Sarana Multigriya Finansial). Tanah milik Pemerintah Kabupaten Tangerang itu diberikan HGB (hak guna bangunan) dalam jangka panjang (sedang dalam proses) hingga bisa diwariskan namun tidak bisa dijual. Artinya ada beberapa skema seperti itu. Di beberapa daerah bahkan bukan hanya diberikan HGB, tapi juga SHM (sertifikat hak milik),” jelas Prof. Budi.

Namun demikian, Prof. Budi juga mengingatkan, agar upaya yang dilakukan juga tetap harus dalam koridor regulasi yang ada. “Tapi harus sangat hati-hati agar tidak menabrak aturan,” tandasnya seraya mengingatkan kepada para pemangku kebijakan yang hadir pada Mubes HUD yang dilakukan secara virtual tersebut.

Adapun penguatan pemberdayaan dalam sistem kolaborasi skala besar membutuhkan komitmen peran dari masing-masing pemangku kewajiban. Pemerintah Pusat menfasilitasi subsidi dan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU). Pemerintah Daerah menfasilitasi infrastruktur yang menjadi kewajiban dan kewenangan Pemda, menyiapkan dukungan regulasi, dan kemudahan perizinan.

Pengembang selaku pelaku usaha berperan dalam menyediakan lahan dan pembangunan perumahan, juga kolaborasi antar pengembang dalam konteks hunian berimbang. Lembaga keuangan menyalurkan pinjaman pembiayaan rumah ataupun lahan.

“Komunitas berperan dalam pembentukan kelompok atau lembaga. Dan terakhir pendamping memiliki peran untuk penguatan kapasitas keswadayaan secara berkelompok,” pungkasnya. (BRN)