Hampir Rampung, RPP Bank Tanah Segera Diberlakukan

0
692

JAKARTA- Sesuai amanah Undang-Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) saat ini sedang membahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Bank Tanah. Aturan teknis mengenai bank tanah itu akan diberlakukan dalam waktu dekat.

“Sedang dibahas, dan semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama segera dapat diundangkan. Jadi sebentar lagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan akan memiliki ‘adik’ baru yakni Bank Tanah,” kata Plt. Direktur Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan, Himawan Arif Sugoto dalam sebuah acara, baru-baru ini.

Disebutkan, di dalam struktur Kementerian ATR/BPN, bank tanah sebenarnya merupakan tugas dan fungsi dari Ditjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan. Meski begitu, nantinya keberadaan lembaga atau badan bank tanah tersebut tidak akan mengambil peran Kementerian ATR/BPN.

Menurut Himawan, peran bank tanah dan Kementerian ATR/BPN berbeda. Kementerian ATR/BPN bertugas mendaftarkan setiap tanah dan memberikan legalitasnya, tetapi tidak punya wewenang untuk melakukan transaksi. Dia menjelaskan bahwa dibutuhkan diskresi apabila Kementerian ATR/BPN ingin memberikan suatu tanah kepada pihak lain.

“Peran Ditjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan lebih kepada melakukan optimalisasi pemanfaatan tanah,” ujar dia.

Di sisi lain, negara juga harus berpikir sesuai konsep land development, yakni negara harus memiliki cadangan tanah untuk pembangunan fasilitas publik dan sebagainya. Di sinilah, kata Himawan, bank tanah dapat berperan.

Bank tanah bisa memiliki dua peran, yakni mengelola tanah telantar dan tanah yang siklus haknya habis melalui ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN. Kalau sudah mendapat ketetapan, maka Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan akan memantau pengelolaan tanah-tanah itu.

Cara kedua adalah melalui pengadaan tanah, yakni dengan merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012. Terakhir, pengadaan tanah bisa diadakan secara langsung seperti developer.

“Sehingga jelas bahwa peran Kementerian ATR/BPN dengan bank tanah akan berbeda. Demikian juga untuk produk yang dihasilkan sangat berbeda. Kementerian ATR/BPN akan mengeluarkan sertipikat tanah sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah masyarakat, sedangkan bank tanah menghasilkan produk komersial,” papar Himawan.

Himawan Arief Sugoto

Lembaga bank tanah ini akan mengatur transaksi pertanahan secara mandiri. Sedangkan, untuk pembinaan bank tanah akan dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN, melalui Komite Lintas Menteri, yakni oleh tiga menteri terkait. Selain itu, jelas Himawan, bank tanah akan fokus kepada kebutuhan masyarakat, dan mengalokasikan 30 persen tanah untuk Reforma Agraria.

“Tetapi tidak ada pemotongan tanah sebesar 30 persen. Jadi jangan disalah artikan. Maksud hal ini dalam lima tahun mungkin dialokasikan 30 persen untuk Reforma Agraria, atau bisa juga 100 persen di suatu daerah. Di perkotaan mungkin tidak, karena di kota lebih cocok untuk rumah rakyat atau untuk rusun,” kata dia.

Konsolidasi Tanah

Himawan Arief Sugoto memaparkan, setiap tahun terdapat semakin banyak perkembangan dalam bidang pembangunan dan instrumen konsolidasi tanah sehingga perlu diatur agar lebih efisien.

Kementerian ATR/BPN dalam hal ini menerapkan pendekatan land management paradigm. Dia menyebutkan, saat ini Kementerian ATR/BPN tengah mengejar untuk mendaftarkan seluruh tanah agar mendapat kepastian hukum melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Menurut Himawan, setelah proses pendaftaran tanah, maka ada proses sistem administrasi tanah seperti land use yakni tentang kebijakan dan perencanaan tanah dan pengawasan pemanfaatan tanah; serta land value yakni tentang bagaimana memutakhirkan instrumen penilaian tanah.

“Ada tanah yang dilepas ke pasar dan dikendalikan agar menjadi instrumen negara, serta ada pula yang masuk land development atau tanah yang akan dikembangkan,” jelas dia.

Salah satu konsolidasi tanah yang pernah dan berhasil dilakukan, kata Himawan, adalah di Medan, Sumatera Utara. Konsolidasi tanah ini bersifat tanah vertikal atau penataan dalam bentuk rumah susun.

Saat itu, pihaknya menyiapkan beberapa hal teknis serta meyakinkan penghuni agar percaya serta bersedia untuk diperbaharui tempat tinggalnya. Prosesnya cukup panjang serta memakan waktu kurang lebih tiga tahun. Dia menceritakan pihaknya waktu itu akan melakukan tata ulang dari rusun 4 lantai menuju 24 lantai.

“Tentunya hal ini tidak mudah, awalnya dicurigai. Kami berusaha beri contoh desainnya, kami berikan juga jaminan-jaminan bahwa mereka dapat unit yang sama tanpa membayar biaya tambahan, juga kami beri jaminan uang sewa selama 2 tahun. Saat ini sudah selesai dan rumah susun itu menjadi ebih rapi dan sehat,” ujar Himawan yang pernah menjabat sebagai Dirut Perum Perumnas tersebut. (MRI)