
Rumah MBR
Jakarta – Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) segera beroperasi pada Januari tahun depan. Agar kepesertaan BP Tapera lebih meluas, maka penarikan iuran bagi peserta Tapera bisa didapat sebagian dari iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan yang sudah lebih dulu ada.
“Tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) BP Tapera ini mirip dengan BPJS Ketenagakerjaan BPJS Kesehatan. Supaya lebih memperbesar keikutsertaan masyarakat, kami mengusulkan supaya iuran BP Tapera dapat diambil dari sebagian iuran BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan sehingga tidak perlu lagi menambah beban bagi pelaku usaha sebagai pemberi kerja,” kata Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Bidang Percepatan Pembangunan Perumahan Subsidi, M. Arief Mone, dalam Focus Group Discussion (FGD) Rancangan Peraturan BP Tapera tentang Pemupukan Dana Tapera, yang diadakan secara virtual, Selasa, 8 Desember 2020.
Menanggapi saran dari DPP REI, Gatut Subadio, Deputi Komisioner Bidang Pemupukan Dana Tapera, menyatakan, pihaknya telah mencatat dan akan membuat pertimbangan khusus terkait usulan tersebut. “Namun tentunya apabila disepakati, usulan ini masih perlu koordinasi terlebih dahulu dengan institusi BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan,” kata Gatut.
Sebelumnya, Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida menyatakan, Tapera ini sangat penting mengingat keterbatasan alokasi anggaran negara untuk program penyediaan perumahan. Selain itu, dana perumahan yang ada sekarang juga sangat bergantung pada perbankan yang bersumber dari dana pihak ketiga (DPK). “Sehingga terjadi maturity mismatch, karena dana jangka pendek yang bersumber dari DPK digunakan untuk membiayai kredit pemilikan rumah (KPR) yang notabene berjangka panjang. Akibatnya, konsumen rumah harus menanggung beban biaya bunga KPR yang sangat mahal,” tegasnya.
Dana Tapera diharapkan dapat ditempatkan kepada bank maka bank memiliki kecukupan likuiditas untuk menurunkan suku bunga KPR. Pemerintah juga perlu menjamin agar bunga pinjaman dari dana jangka panjang tersebut tidak tinggi, atau paling tidak sama dengan tingkat inflasi.
Ketersediaan dana ini diharapkan dapat mendukung penyediaan rumah bagi kelompok milenial, aparatur sipil negara (ASN), TNI, Polri, dan kelompok masyarakat kelas menengah lainnya yang tidak bisa masuk dalam program FLPP. “REI melihat Tapera sebagai solusi penyedia dana jangka panjang bagi pembiayaan rumah bagi MBR, biaya tunjangan dan tenor yang panjang. Sebagai asosiasi pengembang, REI tentu saja menyambut baik keberadaan Tapera,” tegas Totok.
Tunggu Rancangan Peraturan OJK
Arief Mone menambahkan, iuran BP Tapera akan semakin memperbesar beban bagi pelaku usaha. Hal ini tentunya akan semakin mengurangi daya saing dunia usaha nasional. “Terkait pemupukan dana dari peserta Tapera harus dibuatkan model konsep yang smooth agar tidak lagi ada penolakan dari kalangan pengusaha. Kita bicara banyak tentang investasi, kekhawatiran saya justru BP Tapera ini keluar dari koridor tugasnya yakni untuk penyediaan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” ucap Arief.
Dia mengatakan, pekerja sektor informal yang mendominasi angkatan kerja di Indonesia harus mendapat porsi perhatian cukup besar dari program Tapera. Pasalnya, pekerja sektor informal ini masuk kategori tidak layak dari kacamata perbankan. “Disini BP Tapera perlu lebih banyak berperan. Tidak ada salahnya investasi untuk pengembangan dana Tapera. Tapi, fokus utama dari tupoksi BP Tapera juga harus lebih diperhatikan, utamanya bagi peserta dari kalangan pekerja informal,” ucap Arief.
Terkait pemupukan dana Tapera, imbuh Gatut, sejauh ini BP Tapera masih menunggu diterbitkannya Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (RPOJK). “Kami masih menanti RPOJK. Sebab skema pemupukan dana Tapera basisnya dari RPOJK tersebut,” kata dia.

Gatut Subadio
Gatut menyampaikan, isu pengelolaan dana yang menjadi topik diskusi kali ini, bertujuan agar Tapera sebagai penyedia dana jangka panjang, murah dan berkelanjutan untuk pembiayaan perumahan layak dan terjangkau bagi MBR dapat tercapai. “Isu mengenai alokasi pendanaan, tujuan akhir kami adalah seoptimal mungkin untuk pembiayaan perumahan. Ada kebijakan alokasi dana Tapera yang dikelompokkan menjadi sub-dana pemupukan, sub-dana pemanfaatan pembiayaan perumahan dan sub-dana cadangan. Mengapa dibagi seperti ini karena sumber dananya adalah simpanan peserta yang nantinya harus dikembalikan berupa pokok simpanan dan pengembangannya ketika si peserta pensiun atau kepesertaannya berhenti,” ujarnya.
Dia menegaskan, pihaknya ingin memastikan dana ini berkelanjutan dan berkembang karena ini murni dana anggota peserta secara gotong royong sehingga penggunaannya pun harus dikelola secara baik. “Kami harus seimbangkan sustainability atau keberlanjutan pendanaan dan kebutuhan pembiayaan penyediaan rumah bagi MBR. Di sini ada unsur investasi agar dana terus berkembang. Kebutuhan pembiayaan perumahan bisa dilayani dengan baik, tapi tanpa menafikan pengembangannya agar likuiditas tetap tersedia,” pungkasnya. (BRN)