Kementerian LHK Wacanakan Pemisahan KBLI Rumah MBR

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mewacanakan pemisahan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) bagi rumah MBR.
0
2454
Ilustrasi Rumah MBR

Jakarta – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mewacanakan pemisahan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) bagi rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini karena belum tersedianya KBLI di sektor perumahan khususnya bagi segmen MBR.

“Idealnya, pengembangan perumahan MBR memiliki KBLI tersendiri yang berbeda perlakuannya daripada KBLI pembangunan hunian lainnya. Saat ini yang paling mendekati untuk kegiatan pembangunan perumahan adalah KBLI 68111,” kata Kepala Badan Standardisasi Instrumen Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BSI LHK) Ary Sudijanto dalam paparan Rapat Koordinasi DPP REI – DPD REI Seluruh Indonesia, di Jakarta, Selasa, 19 April 2022.

Sebagai informasi, penomoran KBLI ini mengacu pada Peraturan Badan Pusat Statistik (BPS) Nomor 2 Tahun 2020 tentang KBLI. Berdasarkan inventarisasi Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), saat ini terdapat 1.702 KBLI yang terbagi dalam empat tingkatan risiko usaha. Yakni, risiko rendah sebanyak 1.047, risiko menengah rendah sebanyak 750, menengah tinggi sebesar 1.128, dan risiko tinggi sebanyak 876. “Sektor PUPR berada pada tingkat risiko menengah tinggi,” ungkap Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal BKPM, Yuliot.

Masih dari data Kementerian Investasi/BKPM, KBLI pada sektor PUPR menempati urutan ke-6 teratas dengan pengaturan KBLI sebanyak 132 item dari total 3.801 pengaturan KBLI.

Sementara itu, lanjut Ary, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Lampiran 1 sektor PUPR mencantumkan, pengaturan perizinan berusaha adalah untuk usaha jasa konstruksi atau kontraktor. “Dalam PP 5/2021, KBLI 68111 masuk di kelompok sektor perdagangan atau jasa,” imbuhnya.

Ary menjelaskan, PP 5/2021 tidak mengatur kegiatan pembangunan gedung. “Kewenangan penerbitan perizinan berusaha untuk sektor jasa konstruksi atau kontraktor berada pada level Menteri,” tuturnya.

Terkait kelengkapan dokumen lingkungan dalam kegiatan pembangunan perumahan, kata Ary, terdapat Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2021. Berdasarkan ketentuan ini, sektor perumahan merujuk pada KBLI 41011. Rinciannya, KBLI tersebut untuk rumah khusus dan konstruksi bangunan hunian. “Sedangkan definisi rumah khusus, merujuk pada ketentuan teknis dari Kementerian PUPR, yakni rumah yang dibangun di atas lahan milik pemerintah daerah,” urainya.

Picu Multitafsir

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Paulus Totok Lusida menegaskan, pihaknya tidak mempersoalkan pemisahan KBLI sektor perumahan MBR. Bagi Totok, asalkan ketentuan itu dapat diterapkan di lapangan. “Persoalan pemisahan KBLI sektor rumah MBR bukan masalah. Justru yang terpenting adalah kepastian bahwa aturan itu aplikatif dan berjalan secara optimal. Jangan sampai adanya aturan justru menimbulkan penyelewengan oleh oknum pelaksana di lapangan,” tandasnya.

Ketua Umum REI Paulus Totok Lusida (Foto: Oki Baren)

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI Kepulauan Riau, Toni mengungkapkan, Permen LHK Nomor 4/2021 menimbulkan multitafsir di kalangan pemerintah daerah. “Kepmen LHK 4/2021 dalam lampirannya menyatakan bahwa pembangunan rumah khusus kurang dari tiga hektare cukup dengan SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan). Faktanya, di daerah terjadi perbedaan persepsi sehingga pemda tetap mempersyaratkan UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan),” ujarnya.

Belum lagi adanya keterangan pada lampiran Permen LHK 4/2021 yang menyatakan bahwa pembangunan rumah khusus harus di atas lahan milik pemda. “Persoalannya, pengembang melakukan pengadaan lahan untuk pembangunan rumah MBR sehingga itu tidak masuk kriteria aturan tersebut. Untuk itu, kami berharap agar Kementerian LHK dapat merevisi Permen LHK Nomor 4/2021 agar tidak menimbulkan kebingungan publik,” ucap Toni.

Merespons hal ini, Ary menegaskan, pihaknya segera mengkaji usulan perubahan Permen LHK Nomor 4/2021. “Kami perlu menyesuaikan Permen LHK 4/2021 bahwa ada kualifikasi rumah MBR yang berbeda dengan rumah khusus. Dalam revisi itu nanti setidaknya ada empat kualifikasi atau kelompok hunian, termasuk rumah MBR dan hunian vertikal,” pungkasnya. (BRN)