
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Terbitnya aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja mengubah konstelasi aturan main dalam banyak sektor, termasuk juga dalam industri properti. Berangkat dari hal tersebut redaksi industriproperti.com akan membedah masing–masing regulasi turunan UU Cipta Kerja yang berkelindan dengan industri properti.
Jakarta – Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman maupun UU Nomor 20/2011 tentang Rumah Susun mempersyaratkan pelaku pembangunan atau pengembang untuk membangunan rumah sederhana maupun rumah susun (rusun) umum.
Berdasarkan UU 1/2011, dalam hal rumah tapak, pengembang yang membangun rumah mewah harus membangun rumah menengah dan rumah sederhana. Sedangkan, berdasarkan UU 20/2011, pengembang yang membangun rusun komersial berkewajiban untuk membangun 20 persen rusun umum dari total luas lantai rusun komersial yang dibangun.
Penyelenggaraan pembangunan rumah sederhana maupun rusun umum itu dalam rangka memenuhi kebutuhan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Namun demikian, sejak terbit UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja, ada alternatif lain bagi pengembang yang tidak bisa memenuhi kewajiban mereka membangun rumah sederhana maupun rusun umum. Alternatif itu adalah membayar dana konversi ke Badan Percepatan Penyelenggaran Perumahan (BP3). Entitas baru ini nantinya yang akan mengelola dan memanfaatkan dana konversi guna kepentingan penyediaan hunian.
Untuk rusun, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021 (PP 13/2021) tentang Rumah Susun, perhitungan dana konversi, dana kelola atau hibah yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan konversi. Adapun perhitungan dana konversi sebagai kewajiban pengembang dengan mempertimbangkan; (a) jumlah kewajiban 20 persen dari luas lantai rusun komersial yang dibangun, (b) harga meter persegi dari harga jual rusun umum yang ditetapkan Pemerintah Pusat, (c) persentase harga pokok produksi terhadap harga jual, (d) faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of money), dan (e) dana imbal jasa pengelolaan.
Adapun rumus perhitungan konversi, faktor pengali, maupun dana imbal jasa pengelolaan nantinya akan diatur melalui Peraturan Menteri (Pasal 9 PP 13/2021).
Sedangkan untuk rumah tapak, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2021 (PP 12/2021) tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, perhitungan dana konversi untuk rumah sederhana dilakukan dengan mempertimbangkan (a) jumlah kewajiban rumah sederhana, (b) harga jual Rumah sederhana bersubsidi yang ditetapkan Pemerintah Pusat, (c) persentase harga pokok produksi terhadap harga jual, (d) faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time value of money), dan (e) (e) dana imbal jasa pengelolaan.
Seperti layaknya rusun umum, perhitungan konversi dan jumlah faktor pengali, dan dana imbal jasa pengelolaan akan diatur lebih lanjut oleh Menteri (Pasal 21G PP 12/2021).
Baik untuk kewajiban rusun umum maupun rumah sederhana, dana hasil konversi juga akan ditetapkan sebelum diterbitkannya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Kewajiban penyerahan dana hasil konversi juga dilakukan sejak PBG diterbitkan sampai dengan diterbitkannya Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Adapun pengembalian dana konversi berbentuk dana kelola dilaksanakan paling lama lima tahun sejak pemenuhan kewajiban diberikan kepada BP3. (BRN)