BP3 Diingatkan Jangan Hanya Menjadi Badan Penagih Dana Konversi!

0
1370
Rumah Subsidi

JAKARTA – Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) diharapkan menjadi solusi untuk mengakhiri berbagai hambatan dalam penyediaan rumah rakyat, dan bukan sebaliknya justru menambah rantai birokrasi dalam program rumah rakyat. Sebab merujuk Undang Undang No 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja, BP3 ini bukanlah organ yang biasa-biasa saja, namun badan yang memiliki kekuatan besar.

Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) Muhammad Joni menyebutkan bahwa BP3 sesuai amanah undang-undang harus mampu mengatasi masalah backlog (kekurangan) rumah, hunian berimbang, kawasan kumuh perkotaan, termasuk mengkoneksikan penyediaan lahan murah terjangkau dengan bank tanah untuk pembangunan rumah MBR.

“BP3 ini harus menjadi solusi, bukan menjadi birokrasi baru. Untuk itu kami mengingatkan jangan sampai BP3 ini nantinya justru hanya sibuk menjadi badan penagih dana konversi hunian berimbang. Tanggungjawab kita semua untuk mengawasi bentuk dan kinerja badan ini jangan sampai menyimpang,” tegas Joni kepada Industriproperti.com, baru-baru ini.

Di dalam UUCK disebutkan bahwa BP3 mempunyai fungsi mempercepat penyelenggaraan Perumahan dan kawasan permukiman. Untuk menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud, maka BP3 salah satunya diberi kewenangan melaksanakan pengelolaan dana konversi dan pembangunan Rumah Sederhana serta Rumah Susun Umum.

Kemudian Ranperpres BP3 mempertegas kalau hunian berimbang yang tidak dapat dibangun dalam bentuk rumah tunggal atau rumah deret dapat dikonversikan ke dua hal. Pertama, rumah sederhana dapat dikonversi menjadi rumah susun umum yang dibangun dalam satu hamparan yang sama. Kedua, dapat juga dikonversikan dalam bentuk dana untuk pembangunan rumah umum yang dikelola oleh BP3.

Untuk menjadi bagian yang memperkuat kelembagaan perumahan rakyat, menurut dia, maka BP3 ini statusnya harus jelas dan harus memiliki target.

Berbeda dengan bank tanah yang sudah melewati banyak diskursus, ujar Joni, BP3 ini adalah hasil dari proses legislasi di DPR karena awalnya tidak muncul di dalam draf UUCK. Oleh karena itu, BP3 ini memang perlu dipelajari lebih lanjut terutama soal posisi dan statusnya.

“Karena kalau membaca mandat dari UUCK, maka badan ini dibentuk sebagai usaha (ijtihad) untuk mengatasi tidak terlaksananya aturan hunian berimbang secara efektif. Artinya ada amanah percepatan di situ. Nah, lalu BP3 ini apakah BUMN atau BLU (badan layanan umum)?,” ungkap Joni.

Muhammad Joni, SH MH

Menurut dia, jika melihat konstruksi hukumnya adalah undang-undang, maka BP3 ini bukan BUMN apalagi BLU. Oleh karena itu, Joni menilai keliru kalau di dalam Ranperpres BP3 badan ini didefinisikan berada di bawah menteri atau bertanggungjawab kepada menteri.

“Kalau Perpres BP3 berbeda dengan mandatory UU-nya maka akan terjadi kegagalan normatif dan itu membuka peluang besar menjadi objek judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Kami hanya mengingatkan hal ini kepada pemerintah yang sedang menyusun aturan turunannya,” kata Joni.

Di sisi lain, Kornas-Pera mengkhawatirkan badan baru ini akan tumpang tindih baik tugas dan fungsinya dengan lembaga atau badan lain, salah satunya penyediaan tanah akan tumpang tindih dengan bank tanah sehingga harus ada harmonisasi efektif, bukan hanya normatif.

BP3 juga bisa tumpang tindih dengan Ditjen Perumahan Kementerian PUPR, dengan tugas khusus Perum Perumnas, serta dapat bersinggungan dengan pelaku usaha swasta karena swasta juga sangat signifikan dalam ekologi pembangunan perumahan rakyat.

“Jadi idealnya BP3 ini berada dimana? Pendapat kami tidak boleh berdasarkan asumsi, tetapi harus berlandaskan pada UU. Kalau berdasarkan UU, maka posisinya berada dan bertanggungjawab langsung kepada Presiden RI. Artinya statusnya setara dengan kementerian. . Sekali lagi, bukan di bawah menteri apalagi dirjen, karena kalau begitu tidak ada tenaga baru untuk mendorong percepatan pembangunan perumahan rakyat,” tegas Joni.

Kemudian BP3 ini terdiri dari unsur pembina, pelaksana, serta pengawas yang diusulkan pemerintah dan disahkan DPR. Ditambahkan, keberadaan dewan pengawas BP3 sangat penting untuk memastikan dana konversi yang dihimpun dari kewajiban hunian berimbang hanya digunakan untuk pembangunan rumah MBR.

Seperti halnya dana BP Tapera, ungkap Joni, maka harus ada pengawas baik pengawas internal BP3 dan juga pengawas eksternal seperti BPK, BPKP, OJK serta masyarakat termasuk unsur dari asosiasi pengembang selaku salah satu sumber aset dana di BP3.

Joni juga mengingatkan semua pihak kalau fungsi BP3 dimaksudkan untuk mendorong percepatan dan kemudahan dalam pembangunan rumah bagi MBR. Bukan sebaliknya menjadikan upaya penyediaan rumah rakyat menjadi semakin terhambat dan terlambat. Karena itu, badan ini harus efektif dalam ruang sosial dan kenyataan sehingga perlu melibatkan lebih banyak pemangku kepentingan. (MRI)