Pemerintah Diminta Terbitkan Kebijakan Pembiayaan Rumah MBR Informal

Pekerja sektor informal (Foto: Kemenkeu)
Jakarta – Pemerintah harus menerbitkan kebijakan yang mendukung terciptanya akses pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di sektor informal. Untuk itu, perlu adanya rumusan konsensus pembiayaan mikro perumahan bagi kelompok MBR informal.
“Hambatan terbesar dalam program pembiayaan perumahan MBR informal adalah database by name by address kelompok tersebut,” ungkap Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto, saat dihubungi industriproperti.com, Senin, 4 April 2022.
Menurut Zulfi, Badan Pusat Statistik (BPS) memang memiliki data rumah tangga sesuai kelompok penghasilan. Hanya saja, data BPS tersebut dirasa kurang memadai mengingat mobilitas kelompok MBR pekerja informal yang cukup tinggi.
“Selain BPS, perlu adanya data pendukung dari instansi lainnya. Misalnya, dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menyentuh seluruh kelompok masyarakat hingga ke daerah,” tegasnya.
Zulfi mengatakan, dalam upaya pendataan MBR informal, juga dapat memanfaatkan komunitas spesifik seperti yang ada di Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). “Posyandu sebagai komunitas binaan Puskesmas tentunya memiliki data yang sangat up-to-date terkait kelompok masyarakat yang ada di masing-masing wilayah,” jelasnya.
Menurut Zulfi, mandat pendanaan perumahan bagi MBR pekerja sektor informal tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP), UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun), dan UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera).
Idealnya, kebijakan pembiayaan rumah bagi MBR sektor informal harus secara masif, terstruktur dan terprogram dengan baik. “Saat ini kebijakan pembiayaan perumahan belum menyentuh MBR di sektor informal. Kalau pun ada yang sudah melakukan, itu hanya bersifat sporadis,” kata Zulfi.
Lima Poin Usulan
The HUD Institute berharap agar yang menjadi garda terdepan soal pembiayaan bagi pekerja sektor informal adalah Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) didukung oleh PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), koperasi, dan lembaga keuangan non-bank lainnya.
“Perum Perumnas juga harus berperan sebagai pengembang perumahan rakyat. Sedangkan BTN menjadi bank khusus pembiayaan perumahan rakyat yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden,” tegas Zulfi.
Sekretaris The HUD Institute Muhammad Joni menambahkan, saat ini terjadi inkonsistensi dan kekosongan kebijakan terkait pembiayaan perumahan, khususnya bagi MBR informal. Untuk itu, perlu adanya usulan kritis atas situasi tersebut.
Pertama, terkait ekologi pembiayaan perumahan ke depan. Kedua, pengarusutamaan praktik dan skema pembiayaan MBR informal di masyarakat. Ketiga, harus ada Peta Jalan (Roadmap) Pembiayaan Perumahan Rakyat.
Keempat adalah perlunya melakukan review dan advokasi kebijakan yang kosong dan inkonsisten, bahkan kontraproduktif untuk pembiayaan perumahan bagi MBR sektor informal. Terakhir, pemerintah harus membentuk task force atau satuan tugas untuk menyusun Roadmap Pembiayaan Perumahan Rakyat dan advokasi kebijakan pembiayaan perumahan rakyat, khususnya MBR informal.
“Kelima indikator itu mesti segera terwujud dan tuntas. Jika tidak, maka akan terjadi apa yang namanya darurat pembiayaan perumahan rakyat,” pungkasnya. (BRN)