Penyaluran Kredit Perbankan Pacu Pemulihan Ekonomi

Industri perbankan nasional harus meningkatkan penyaluran kredit ke sektor usaha guna memastikan keberlangsungan program pemulihan ekonomi.
0
489

Jakarta – Industri perbankan nasional harus meningkatkan penyaluran kredit ke sektor usaha guna memastikan keberlangsungan program pemulihan ekonomi. Pertumbuhan kredit saat ini mencapai 5,2 persen, jauh lebih baik dibandingkan tahun lalu yang mengalami kontraksi.

Saat ini dana pihak ketiga yang dikelola perbankan nasional mencapai Rp 7.250 triliun dengan loan to deposit ratio (LDR) hanya 77 persen. Artinya, masih ada ruang yang besar untuk perbankan mendukung pemulihan ekonomi.

Selain penyaluran kredit perbankan, pertumbuhan ekonomi juga berasal dari pasar modal, dalam hal ini pasar saham dan obligasi. Pasar saham mencapai Rp 7.231 triliun atau naik 3,77 persen. Sedangkan pasar obligasi mencapai Rp 4.718 triliun atau setara kenaikan 9,65 persen.

“Sumber pemulihan ekonomi bisa melalui perusahaan dengan IPO, rights issue, maupun menerbitkan obligasi. Investasi domestik sudah mencapai 7,5 juta investor,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan pers seusai Sidang Kabinet Paripurna, di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu, 16 Februari 2022.

Menteri Keuangan menjelaskan, pemulihan ekonomi Indonesia antara lain didukung oleh sisi permintaan atau konsumsi, investasi, ekspor serta produksi.

“Ini adalah pemulihan yang cukup cepat hanya lima kuartal kita sudah bisa kembali ke GDP semula. Banyak negara tetangga kita di kawasan ASEAN maupun emerging country di dunia yang belum mencapai level semula. Bahkan GDP mereka masih ada di sekitar 94 sampai 97 persen,” imbuhnya.

Menteri Keuangan menjelaskan bahwa Presiden menekankan agar pemulihan ekonomi harus berlandaskan produktivitas yang tinggi. Kondisi itu hanya bisa muncul dari perbaikan sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, dan kualitas birokrasi serta regulasi.

Ancaman Inflasi Global

Pemerintah juga mengidentifikasi pusat-pusat atau tren baru dari pertumbuhan ekonomi yang berasal dari beberapa hal. Pertama, sisi pola hidup normal baru terutama berbasis kesehatan. Kedua, reformasi di bidang investasi dan perdagangan. Transformasi di sektor manufaktur baik itu industri mesin, elektronik, alat komunikasi, kimia, dan hilirisasi mineral menjadi sangat penting untuk menjadi roda atau lokomotif bagi pemulihan ekonomi.

“Ketiga, yang perlu untuk terus ditingkatkan adalah kesadaran ekonomi hijau dengan nilai ekonomi dari karbon dan teknologi energi terbarukan akan menjadi andalan sumber pertumbuhan baru. APBN Tahun 2023 akan mendukung hal ini. Kita berharap pertumbuhan ekonomi dalam range 5,3 persen hingga 5,9 persen,” ungkapnya.

Menkeu Sri Mulyani menyebut, pihaknya mewaspadai adanya dinamika situasi perekonomian global. Utamanya terkait lonjakan inflasi di sejumlah negara maju. Contohnya, Amerika Serikat yang mencatatkan inflasi sebesar 7,5 persen pada Februari 2022.

Sri Mulyani mengatakan, laju inflasi di Negeri Paman Sam itu akan mendorong kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas.”Tentu ini akan berdampak spill over atau rambatan yaitu dalam bentuk capital flow yang mengalami pengaruh negatif dari kenaikan suku bunga. Selain itu, pengaruhnya juga dari sisi yield atau imbal hasil surat berharga tentu akan mendorong biaya surat utang negara,” jelasnya.

Inflasi juga terjadi di negara-negara berkembang seperti Argentina dengan inflasi 50 persen, Turki mencapai 48 persen. Kemudian Brasil dengan inflasi sebesar 10,4 persen, Rusia 8,7 persen, dan Meksiko 7,1 persen.

“Kenaikan inflasi yang tinggi tentu akan mengancam proses pemulihan ekonomi karena daya beli masyarakat tergerus. Kita harus mewaspadai ini,” tandasnya. (BRN)