Sekjen ATR/BPN Jelaskan Manfaat Bank Tanah

Bank Tanah amanat dari UU Cipta Kerja
0
971
Ilustrasi pentingnya pengadaan tanah untuk kepentingan umum (Foto: Adang Sumarna)

Jakarta – Masalah pertanahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia begitu beragam, mulai dari tidak terkendalinya alih fungsi lahan hingga harga tanah yang semakin tinggi. Masalahnya persoalan tanah ini seringkali menghambat pembangunan.

Oleh karena itu, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) berusaha hadir dari sisi penyediaan, yaitu berusaha menyediakan tanah untuk kepentingan yang lebih berkeadilan. Hal ini sesuai dengan apa yang dipaparkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto pada saat Rapat Kerja The Housing and Urban Development (HUD) Institute atau Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LP3I), pada Senin 28 Juni 2021

Himawan menjelaskan bahwa masalah pertanahan dan kebutuhan akan tanah berdampak pada kesenjangan pembangunan. Beberapa masalah di antaranya yakni keterbatasan tanah untuk pembangunan, terjadi ketimpangan kepemilikan tanah sehingga harga tanah tidak terkendali dan terdapat banyak potensi tanah idle atau terlantar yang belum dioptimalkan.

“Di sini perlunya peran pemerintah untuk menguasai, mengendalikan dan menyediakan tanah bagi kepentingan pembangunan dan pemerataan ekonomi,” tutur Himawan.

Menurut Amanat Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK), peran Badan Bank Tanah diperlukan dalam peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja sehingga dibuatlah Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah.

Sekjen Kementerian ATR/BPN berkata bahwa Badan Bank Tanah berada di bawah Presiden dan melalui komite Bank Tanah yang terdiri dari Menteri ATR/Kepala BPN, Menteri Keuangan dan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. “Melalui Badan Bank Tanah, Pemerintah memiliki tanah cadangan strategis, mengontrol penguasaan tanah dan menyediakan tanah untuk pembangunan,” tutur salah satu deklator The HUD Institute tersebut.

Meski begitu, Badan Bank Tanah termasuk ke dalam lembaga sui generis, yakni badan hukum Indonesia yang dibentuk berdasarkan UU untuk melaksanakan sebagian kewenangan khusus untuk pengelolaan pertanahan secara independen dan fleksibel. “Badan Bank Tanah tidak profit oriented seperti halnya BUMN (Red – Badan Usaha Milik Negara),” tambah Himawan yang pernah menjadi Direktur Utama Perum Perumnas itu.

Hal ini terjadi karena berdasarkan PP No. 64 tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah Pasal 2 Ayat 4, disebutkan bahwa Kekayaan Bank Tanah merupakan kekayaan negara yang dipisahkan. Juga tercantum pada Pasal 4 PP Bank Tanah yang disebutkan bahwa Bank Tanah bersifat transparan, akuntabel dan non profit. Non profit di sini adalah pendapatan yang diperoleh dari penyelenggaran Bank Tanah digunakan untuk pengembangan organisasi dan tidak membagikan keuntungan kepada organ Bank Tanah.

Nantinya, menurut Himawan Arief Sugoto bahwa ketersediaan tanah akan direncanakan untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan serta reforma agraria dan keadilan pertanahan.

Tanah yang diperoleh pun bermacam-macam, baik berasal dari tanah hasil penetapan pemerintah (seperti tanah bekas hak, kawasan tanah telantar, tanah pelepasan kawasan hutan, tanah hasil reklamasi, bekas tambang, dan lain sebagainya), tanah dari pihak lain (Pemerintah Pusat, Daerah, BUMN, BUMD, Badan Usaha, Badan Hukum, dan Masyarakat), maupun perolehan tanah dari pihak lain melalui pembelian, penerimaan hibah/sumbangan, tukar menukar, pelepasan hak dan bentuk lainnya yang sah.

Sebagai tambahan, Himawan Arief Sugoto berkata bahwa Badan Bank Tanah berdiri bukan sebagai pengguna tanah, namun penyedia tanah. Nantinya, tanah akan berstatus Hak Pengelolaan (HPL). “HPL itu hak menguasai dalam bentuk pengelolaan, bukan Hak Atas Tanah (HAT),” ujar Himawan. (ADH)