
Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida (Foto: Oki Baren)
Jakarta – Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Paulus Totok Lusida menyampaikan adanya kenaikan harga jual besi baja hingga lebih dari 40 persen. Lonjakan harga besi baja ini tentunya berdampak signifikan terhadap industri properti.
“Kenaikan harga jual besi baja luar biasa mencapai lebih dari 40 persen. Padahal, tidak ada kenaikan harga jual properti. Walaupun kemarin sempat ada isu bahwa harga properti bakal naik,” ungkap Totok, saat mendampingi kandidat Ketua Umum Kamar Dagang dan Indusri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, beraudiensi kepada Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, di Jakarta, Selasa, 4 Mei 2021.
Menperin langsung merespons keluhan Ketua Umum REI soal lonjakan harga besi baja. Agus menginstruksikan agar jajarannya segera menelusuri pemicu naiknya harga jual salah satu komponen utama dalam pembangunan properti. “Tolong Dirjen ILMATE (Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan ELektronika) Taufiek Bawazier agar mengecek mengapa harga jual besi baja bisa melonjak. Kita perlu mendukung pertumbuhan industri properti,” tegas Agus Gumiwang.
Selain soal kenaikan harga besi, Totok juga menyampaikan dukungannya terkait kebijakan pemerintah menerbitkan sejumlah relaksasi bagi industri properti nasional. Antara lain relaksasi perpajakan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 21/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapan dan Unit Hunian Rusun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.
“Relaksasi perpajakan ini bertujuan menggairahkan sektor properti yang berdampak terhadap pertumbuhan industri terkait lainnya. Namun, kenaikan harga jual besi ini bertolak belakang dengan semangat relaksasi fiskal itu,” tegas Totok.
Pada kesempatan itu, Totok juga menyampaikan persoalan kredit bermasalah (non performing loan/NPL) yang menimpa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Saat ini banyak kalangan MBR itu yang bermasalah dengan kredit konsumtif sehingga status kolektibilitas tidak lancar. Padahal, kalangan MBR ini adalah calon enduser perumahan. Akibatnya mereka tidak bisa akad kredit pemilikan rumah (KPR),” tandas Totok.
Totok berharap Menperin dapat membantu terkait program restrukturisasi utang kalangan MBR itu. “Kami berharap bantuan dari Menperin agar program restrukturisasi kredit yang diperpanjang hingga tahun 2022 sesuai arahan Presiden Joko Widodo bisa berjalan optimal,” ujarnya.
Sebagai informasi, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2022 tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan a POJK Nomor 48 /POJK.03/2020 Tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 Tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. (BRN)