ATR/BPN Sosialisasi Terobosan PP 21/2021

Kementerian ATR/BPN menyelenggarakan sosialisasi terkait terobosan yang termuat dalam PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
0
711
Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Abdul Kamarzuki (Foto: Istimewa)

Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyelenggarakan sosialisasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Ada sejumlah terobosan penting yang termuat dalam aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).

Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, Abdul Kamarzuki menuturkan, terobosan dalam beleid itu adalah penyederhanaan produk Rencana Tata Ruang (RTR), integrasi tata ruang darat dan laut, percepatan penetapan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi dan Kabupaten/Kota. Terobosan lainnya dari PP 21/2021 adalah adanya mekanisme baru Kesesuaian Kegiataan Pemanfaatan Ruang (KKPR) untuk kegiatan berusaha dan nonberusaha.

Lebih lanjut, ia menjelaskan salah satu terobosan dalam PP baru ini adalah Rencana Tata Ruang (RTR) sebagai landasan KKPR sebagai dasar perizinan yang posisinya berada di hulu, sehingga saat ini RTR menjadi acuan tunggal (single reference) di lapangan. “UUCK juga mengamanatkan untuk mengintegrasikan tata ruang laut dan darat menjadi satu. Slah satunya dengan integrasi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) ke dalam RTRW Provinsi. Kami berharap dengan integrasi ini tidak akan ada produk tata ruang yang berjalan sendiri-sendiri sehingga bisa menghindari tumpang tindih perizinan,” kata Abdul Kamarzuki, dalam keterangan pers, Selasa, 4 Mei 2021.

Uki, sapaan karib Dirjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN, menegaskan terobosan lainnya dari aturan itu adalah proses penyusunan dan penetapan RTR. Sebelum PP ini dibentuk, jangka waktu penyusunan dan penetapan RTR tidak dibatasi sehingga terdapat daerah-daerah yang tertinggal karena proses penyusunan RTR-nya memakan waktu yang sangat lama.

PP ini menetapkan jangka waktu untuk penyusunan RTRW paling lama 18 bulan, sedangkan RDTR paling lama 12 bulan. Pemerintah Pusat melakukan ini sebagai bentuk dorongan bagi Pemerintah Daerah agar setiap daerah memiliki RTR masing-masing sehingga dapat melaksanakan mekanisme KKPR dan mempercepat investasi yang masuk ke daerah tersebut.

Dirjen Tata Ruang juga mengatakan pelaksanaan PP Nomor 21 Tahun 2021 menuntut masyarakat agar mulai memahami tata ruang. “Dengan integrasi produk RTR dengan sistem OSS, daerah yang sudah memiliki RDTR dapat langsung memproses penerbitan KKPR dengan lebih cepat. Mekanisme ini membuat produk tata ruang menjadi lebih mudah untuk diakses publik dan transparan. Ke depannya, diharapkan semua elemen masyarakat dapat memanfaatkan ruang dengan lebih patuh sesuai rencana tata ruang, sehingga dapat terwujud penyelenggaraan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan,” jelas Uki.

Dengan berlakunya PP Nomor 21 Tahun 2021, penyelenggaraan penataan ruang di daerah nantinya akan dikawal oleh asosiasi profesi dan asosiasi akademisi. Hal ini guna mendukung inklusivitas masyarakat dalam aspek perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang, dengan pembentukan Forum Penataan Ruang di daerah.

“Forum ini nantinya akan beranggotakan unsur pemerintah daerah, perwakilan asosiasi profesi, perwakilan asosiasi akademisi dan tokoh masyarakat serta bertugas memberikan pertimbangan kepada kepala daerah dalam menyikapi berbagai dinamika yang terjadi di lapangan,” ucap Uki.

DIa menyebut, peran Forum Penataan Ruang di daerah sangat penting. “Kami berharap Pemerintah Provinsi serta Kabupaten/Kota segera membentuk Forum Penataan Ruang paling lambat 12 bulan setelah Peraturan Menteri tentang Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang berlaku. Dengan demikian, rencana tata ruang dapat mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,” ungkapnya. (BRN)