Ombudsman Nilai OSS-RBA Belum Siap

Online Single Submission Risk Based Management (OSS-RBA) dinilai tidak siap oleh Ombdusman, banyak pengaduan dari daerah
0
235
Presiden RI saat peluncuran OSS-RBA (Foto: Lukas)

Jakarta – Portal perizinan investasi satu pintu Online Single Submission Risk Based Management (OSS-RBA) atau OSS Berbasis Risiko, meskipun telah resmi meluncul di bulan Agustus 2021, namun hingga kini masih ada sejumlah keluhan, baik dari masyarakat maupun pemerintah daerah yang belum siap dalam penerapan OSS-RBA ini.

Padahal, berdasarkan penelusuran redaksi industriproperti.com, Presiden Joko Widodo pada saat peluncuran OSS-RBA telah mengatakan bahwa OSS berbasis risiko ini merupakan reformasi yang sangat signifikan dalam perizinan. Desain OSS sendiri adalah sebagai layanan perizinan secara daring yang terintegrasi, terpadu, dengan paradigma perizinan berbasis risiko.

Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Hery Susanto mengatakan pihaknya menerima sejumlah keluhan di tingkat daerah terkait sistem perizinan berusaha berbasis risiko ini.

“Masalah yang dikeluhkan di antaranya belum terintegrasinya sistem yang terdapat pada suatu Kementerian yang merupakan rangkaian proses perizinan. Dan ternyata juga tidak dapat diakses oleh pemerintah daerah,” ungkap Hery, sesuai dengan keterangan pers yang diterima oleh redaksi industriproperti.com

Konsep awal Sistem OSS-RBA menggunakan sistem SSO (Single Sign On). Sistem tersebut adalah semua aplikasi pada Kementerian yang terkait dengan perizinan akan terintegrasikan pada Sistem OSS. Alhasil, pengguna layanan cukup mengakses menggunakan satu hak akses.

Namun demikian, pada kenyataannya sistem yang berada ke beberapa kementerian terkait belum terintegrasi dengan OSS-RBA. Kondisi tersebut menyulitkan pemerintah daerah untuk mengaksesnya.

“Ketidaksiapan OSS-RBA mengindikasikan ketidakpastian urusan perizinan di Indonesia yang bisa merugikan investasi nasional,” tegas Hery.

Langkah Antisipasi

Untuk itu, Hery menyampaikan perlunya langkah antisipasi akibat penerbitan Nomor Induk Berusaha (NIB) yang terus berlangsung. Padahal, masih di tengah kondisi peraturan pelaksanaan yang belum jelas di lapangan.

Menurut Hery, hal ini cenderung bisa terjadi pengabaian kepatuhan terhadap ketentuan ketertiban, keamanan lingkungan dan konsumen. Padahal sejak Agustus hingga September 2021, penerbitan NIB sudah sekitar 300 ribu.

Harapan bahwa OSS RBA menjadi solusi masalah perijinan berusaha jangan sampai menjadi sinyal darurat bagi pelaku investasi. “OSS RBA yang diharapkan menjadi solusi atas masalah perijinan berusaha jika terus didera ketidakpastian dalam implementasinya, jangan-jangan bisa beralih menjadi SOS (Save Our Souls) sinyal sandi darurat bagi pelaku investasi di Indonesia,” tutupnya. (ADH)