Penyelesaian Konflik Agraria Melalui Pendekatan GTRA

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melakukan penguatan regulasi dan percepatan penyelesaian konflik agraria.
0
521

Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus melakukan penguatan regulasi dan percepatan penyelesaian konflik agraria. Upaya percepatan penyelesaian konflik agraria salah satunya ditangani oeh Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA).

“Di GTRA kita melakukan terus menerus dialog dan diskusi dengan semua pihak untuk berkoordinasi, mengumpulkan data informasi, bernegosiasi, dan mediasi. Sehingga, aspirasi dan tantangan dari berbagai pihak dapat terserap untuk menemukan solusi dan rekomendasi kebijakan yang sistemik dan berkelanjutan,” ungkap Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN Surya Tjandra, dalam Rapat Kerja Petani bertema “Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan penguatan Kebijakan Reforma Agraria, yang diselenggarakan Serikat Petani Indonesia (SPI) secara daring, Selasa, 21 September 2021.

Reforma Agraria menjadi kebutuhan semua pihak sehingga dalam implementasinya memerlukan kolaborasi bersama antar pemangku kepentingan. Ia menuturkan, sesuai dengan arahan Presiden RI, Joko Widodo dalam pelaksanaan Reforma Agraria dan penyelesaian konflik agraria harus mempertimbangkan kondisi masyarakat. “Ketika mengambil kebijakan itu harus sejalan dengan kondisi atau berangkat dari kebutuhan masyarakat. Dalam konteks itu, kita bisa bayangkan hasil indikator keberhasilan dari kerja-kerja kita sekarang dan mulai terbayang identifikasi, inventarisasi, verifikasi dan pemetaannya,” tutur Surya Tjandra.

Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Bambang Hendroyono mengatakan untuk menyelesaikan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) yang masuk dalam kawasan hutan, KLHK tetap bersinergi dengan Kementerian ATR/BPN. Melalui terobosan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) diharapkan dapat memperkuat sinergi dan mempercepat penyelesaian tersebut.

“Dalam kaitannya ketentuan hak atas tanah dari kawasan hutan kami tetap bersinergi dengan ATR/BPN. Tapi kami tidak mau jadi hambatan bagi masyarakat yang punya hak di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan, ini menjadi poin kita di UUCK. Kami tetap menghormati kerja bersama ini agar TORA bisa ditemukan pendekatan kerjanya,” kata Sekjen KLHK, Bambang Hendroyono. (BRN)