Menteri ATR/Kepala BPN Ungkap Kendala Pelaksanaan Reforma Agraria

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil mengungkapkan salah satu kendala pelaksanaan Reforma Agraria karena pemilik tanah tidak mendapat akses ke permodalan.
0
324

Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil mengungkapkan salah satu kendala pelaksanaan Reforma Agraria karena pemilik tanah tidak mendapat akses ke permodalan.

“Intinya, masyarakat tidak memiliki kapasitas untuk memanfaatkan tanahnya,” tegas Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil, saat berbicara di Konferensi Nasional Reforma Agraria (KNRA) Tahun 2021 yang diselenggarakan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) secara virtual, Kamis, 9 September 2021.

Reforma Agraria merupakan program pemerintah guna penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Program ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Namun dalam pelaksanaannya, program ini menuai banyak kendala di lapangan.

Pelaksanaan Reforma Agraria didukung oleh dua kegiatan utama yaitu penataan aset dan penataan akses. Penataan aset adalah upaya pemerintah melakukan legalisasi aset dengan memberikan bukti hak atas tanah. Sedangkan untuk penataan akses adalah penataan penggunaan atau pemanfaatan tanah yang lebih produktif disertai penataan dukungan sarana dan prasarana.

Sofyan A. Djalil mengutarakan sejarah Reforma Agraria yang terjadi di Iran. Pada era 1940-an, mayoritas tanah di Iran dikuasai oleh kaum feodal dan masyarakat banyak yang menjadi land less, sehingga hidupnya tergantung kepada para tuan tanah. Ketika, Reza Pahlevi naik menjadi pemimpin Iran, ia mulai menggagas program Reforma Agraria.

“Dia mengambil alih tanah-tanah kaum feodal itu dan diserahkan kepada rakyat lalu dibuatkan aturan bahwa tuan tanah tidak boleh membeli lagi tanah itu,” tutur Sofyan.

Awalnya, program pengelolaan tanah ala Reza Pahlevi itu menyenangkan petani. Namun, belakangan para petani justru  kesulitan untuk mengelola tanahnya. Hal ini karena para petani di Iran kesulitan memperoleh pupuk, bibit dan akhirnya tanah menjadi tidak produktif. Kemudian para petani pindah ke perkotaan tanpa pengalaman dan keahlian. Pelaksanaan Reforma Agraria kemudian berbuntut pada timbulnya Revolusi Iran.

Bagaimana di Indonesia? Sofyan A. Djalil menjelaskan bahwa semua tanah di Indonesia yang dilekati Hak Guna Usaha (HGU) maupun Hak Guna Bangunan (HGB) merupakan lease hold. Aturan lease hold ini tidak berujung, nanti jika masa berlaku habis, ada hak perpanjangan dan pembaharuan.

Bagi Menteri ATR/Kepala BPN, contoh penerapan lease hold yang benar sebagaimana terjadi di Singapura dimana pemberlakuan lease hold diberi hak selama 99 tahun dan jika habis kembali ke negara.

Sofyan menegaskan, aturan lease hold ini harus melibatkan peranan bank tanah dimana apabila masa berlakunya habis maka akan dikembalikan ke negara. Selain itu, bank tanah juga digunakan untuk Reforma Agraria. “Sebanyak 30 persen tanah yang dikelola bank tanah harus digunakan untuk Reforma Agraria. Kalau di perkotaan, dapat kita pergunakan untuk rumah rakyat, dan taman kota,” ungkap Sofyan.

Untuk di pedesaan, pelaksanaan Reforma Agraria melalui bank tanah masyarakat dapat memperoleh tanah. Namun menurutnya lebih baik tanah tersebut diberikan kepada koperasi, kemudian dikelola oleh masyarakat. “Saya yakin masyarakat kita bisa mengelola tanahnya jika mereka punya kelembagaan yang efisien,” pungkasnya. (BRN)