Jakarta – Pemerintah berkomitmen melanjutkan Kebijakan Satu Peta dengan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 23 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1 : 50.000. Perpres ini mendukung penyelesaian ketidaksesuaian tata ruang, kawasan hutan, maupun izin atau hak atas tanah yang sejalan dengan tujuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK).
“Kedepannya secara bertahap masyarakat dapat memakai Kebijakan Satu Peta sehingga memberikan manfaat yang luas bagi pembangunan Indonesia,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, di Jakarta, Jumat, 30 April 2021.
Indonesia butuh Kebijakan Satu Peta sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan, “Seluruh Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah agar bekerja sama untuk berkolaborasi dalam menyelesaikan tumpang tindih lahan di lapangan karena ini sangat penting bagi kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan.”
Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta bermanfaat dalam perencanaan ruang skala luas, percepatan penyelesaian konflik agraria yakni tumpang tindih pemanfaatan lahan. Aturan ini juga bertujuan untuk percepatan pelaksanaan program pembangunan infrastruktur dan kawasan. Perpres ini juga mendukung penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang sebagaimana amanat UUCK melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin atau Hak Atas Tanah.
PP tersebut memberikan landasan hukum yang lebih kuat dalam penyelesaian ketidaksesuaian pemanfaatan ruang baik antara RT/RW, kawasan hutan, maupun izin atau hak atas tanah yang terjadi di Indonesia.
Melalui Perpres Nomor 23 Tahun 2021, Kebijakan Satu Peta berupaya untuk mendorong penggunaan Informasi Geospasial (IG) hasil percepatan pelaksanaan kebijakan satu peta yang fokus pada lima target rencana aksi. Yakni, penyusunan dan penetapan mekanisme dan tata kerja; perwujudan IGD dan IGT; pemutakhiran IGD dan IGT; optimalisasi penyebarluasan data IG melalui Geoportal Percepatan Kebijakan Satu Peta; dan penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang (sinkronisasi).
Kebijakan Satu Peta sebelumnya mencakup 85 IGT (Perpres 9 Tahun 2016), selanjutnya terdapat penambahan 72 peta tematik menjadi 158 peta tematik (Perpres 23 Tahun 2021) dengan melibatkan 24 Kementerian/Lembaga di 34 Provinsi. Penambahan 72 peta tematik diantaranya meliputi peta kemaritiman, peta kebencanaan, peta pertanahan, peta perekonomian, peta keuangan dan peta perizinan.
“Badan Informasi Geospasial (BIG) akan mempercepat penyediaan Peta Rupabumi (RBI) skala besar serta penguatan Jaringan Informasi Geospasial Nasional (JIGN) sehingga pemanfaatan produk Kebijakan Satu Peta untuk pembangunan nasional dapat ditingkatkan,” imbuh Kepala BIG, Aris Marfai.
Semangat optimalisasi penyebarluasan data IG melalui Geoportal perlu didukung dengan penyesuaian terhadap produk hukum turunan Kebijakan Satu Peta (Keppres No. 20 Tahun 2018; Permenko No. 6/2018 dan Permenko No. 7 Tahun 2018). Penyesuaian tersebut diantaranya terkait muatan daftar IGT dan klasifikasi kewenangan, klasifikasi kewenangan akses, serta tata kelola berbagi data dan IG terhadap perluasan pemanfaatan produk Kebijakan Satu Peta.
“Kedepannya terhadap IGT Kebijakan Satu Peta yang dapat menjadi ranah informasi publik serta tidak berimplikasi hukum akan didorong untuk dapat membuka akses kepada publik secara bertahap agar dapat memberikan manfaat yang lebih luas dalam pembangunan Indonesia,” ujar Wahyu Utomo, Deputi Bidang Koodinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. (BRN)