Pemerintah Siapkan Aturan Teknis Pajak Karbon
Jakarta – Pemerintah tengah menyiapkan aturan teknis pelaksanaan pajak karbon yang rencananya bakal berlaku per 1 Juli 2022 mendatang. Penerapan ketentuan itu akan berlaku pada saat sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang terkena pajak karbon sudah benar-benar siap.
“Kesiapan ini penting agar tujuan inti dari penerapan pajak karbon memberikan dampak yang optimal. Pemerintah akan terus berkonsultasi dengan DPR dalam penyiapan implementasinya,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam rilisnya, Jumat, 1 April 2022.
Aturan teknis pelaksanaan pajak karbon, antara lain tarif dan dasar pengenaan, cara penghitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan, serta peta jalan pajak karbon. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menetapkan aturan teknis lainnya, seperti Batas Atas Emisi untuk subsektor PLTU dan tata cara penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon pada pembangkit tenaga listrik.
Pemerintah tengah menyusun aturan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional. Tujuannya agar instrumen pengendalian iklim berjalan optimal. Antara lain terkait tata laksana penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Nationally Determined Contributions (NDC) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.
“Isu iklim merupakan isu lintas sektor. Kami akan terus menjaga dan memperkuat koordinasi agar peraturan yang melengkapi satu sama lain. Dengan begitu, dapat mengoptimalisasi upaya pemerintah dalam mengendalikan perubahan iklim,” kata Febrio.
Perubahan Perilaku
Febrio menjelaskan, penguatan aturan terkait pajak karbon melalui pengesahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Tujuan utama pengenaan pajak karbon bukan hanya menambah penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semata. Hal ini juga sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).
“Kita berharap pengenaan pajak karbon dapat mengubah perilaku pelaku ekonomi untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau yang rendah karbon,” ujarnya.
Sementara itu, proses penyusunan peta jalan atau roadmap pajak karbon perlu memperhatikan peta jalan pasar karbon. Peta jalan pajak karbon diantaranya akan memuat strategi penurunan emisi karbon dalam NDC, sasaran sektor prioritas, keselarasan dengan pembangunan energi baru terbarukan, dan keselarasan dengan peraturan lainnya.
“Pemerintah akan memperhatikan transisi yang tepat agar penerapan pajak karbon tetap konsisten dengan momentum pemulihan ekonomi,” papar Febrio.
Menurut Febrio, pengenaan pajak karbon akan secara bertahap dengan memperhatikan prioritas pencapaian target NDC, perkembangan pasar karbon, kesiapan sektor, dan kondisi ekonomi Indonesia. Hal ini bertujuan pengenaan pajak karbon dapat memenuhi asas keadilan (just) dan terjangkau (affordable) serta tetap mengutamakan kepentingan masyarakat.
“Berbagai upaya dan komitmen itu menunjukan keseriusan pemerintah dalam mengatasi dampak perubahan iklim. Kita perlu mengoptimalisasi seluruh instrumen yang ada termasuk pendanaan APBN maupun swasta,” kata Febrio. (BRN)