PPN DTP Diperpanjang, Sektor Properti Bisa Tumbuh di Atas 20 Persen

Hal itu bisa terwujud apabila sejumlah faktor, misalnya pemerintah kembali memperpanjang kebijakan insentif PPN DTP hingga akhir 2022.
0
650
Economic Outlook 2022 Arah Pergerakan Suku Bunga 2022 dan Sektor Properti

Jakarta – Pelaku usaha properti meyakini sektor properti bisa tumbuh di atas 20 persen tahun 2022. Hal itu bisa terwujud apabila sejumlah faktor, misalnya pemerintah kembali memperpanjang kebijakan insentif Pajak Pertambahan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga akhir 2022.

“Kami optimis pertumbuhan (sektor properti) sampai hari ini 15,7 persen. Kami harapkan di 2022, kita bisa mencapai di 20 persen. Kalau ada PPN DTP dan lain-lain yang lebih kondusif, (pertumbuhannya) akan meningkat jauh di atas itu,” jelas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida dalam Webinar Economic Outlook 2022 Arah Pergerakan Suku Bunga 2022, Senin, 22 November 2021.

Usulan perpanjangan PPN DTP bukan tanpa alasan mengingat pengembang memerlukan waktu sekitar 8 bulan untuk membangun rumah. Sementara pada PPN DTP periode pertama, yakni Maret 2021 –  Agusustus 2021, kemudian diperpanjang hingga Desember 2021, pengembang hanya diberi waktu masing-masing sekitar 4 bulan untuk memasarkan rumah siap huni.

“Kenapa kita perlu perpanjang PPN DTP? Yang perlu saya sampaikan bahwa pemberian yang Maret 2021 habis di Agustus 2021. Kemudian Agustus 2021 ada perpanjangan sampai dengan Desember 2021. Waktunya masing-masing kira-kira empat bulan. Sedangkan bangun rumah itu butuhnya minimal 8 bulan,” terang Totok.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah perpanjangan insentif PPN DTP akan meningkatkan daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah. Pembelian rumah yang harganya di bawah Rp300 juta turun hingga 30 persen. Pasalnya, pekerja yang sempat dirumahkan lebih mengutamakan pengeluaran untuk biaya hidup sehari-hari ketimbang membeli rumah.

Pada 2022, kalangan yang paling membutuhkan insentif dari pemerintah ini akan kembali bekerja normal. Dengan begitu, kondisi ekonomi mereka  akan meningkat sehingga tidak kembali menunda membeli rumah.

PPN DTP untuk Apartemen

REI juga mengusulkan, insentif PPN DTP bisa untuk penjualan apartemen dan lunas di tahun 2022. Tetapi, realisasi bangunannya harus selesai pada akhir 2024 (pembelian inden) dengan pelunasan melaluk escrow account di bank.

“Untuk itu, kami mengusulkan PPN DTP tetap sampai akhir 2022, tapi serah terima terhadap bangunan atau propertinya bisa sampai 2024,” ucap Totok.

Tak hanya itu, REI juga mengharapkan pemerintah dapat membuka kesempatan yang lebih luas kepada pekerja sektor informal. Hal ini perlu mengingat backlog perumahan masih tinggi, yakni mencapai 11 juta unit. Selain itu, sekitar 65 persen masyarakat Indonesia merupakan pekerja informal yang juga membutuhkan akses ke pembelian rumah.

Selain sektor informal, REI mengusulkan membuka skema dan akses khusus bagi masyarakat berpendapatan menengah, Generasi Milenial, dan Gen-Z dalam memiliki rumah. Dan yang tak kalah penting adalah pemanfaatan dana jangka panjang murah untuk pembiayaan perumahan dengan harapan bunga kredit konstruksi dan KPR dapat turun dan semakin terjangkau.

Ditambah lagi, masih banyaknya filter atau persayaratan bagi masyarakat yang mengajukan KPR dapat menghambat penjualan properti Tanah Air. Untuk itu, REI berharap perbankan, khususnya yang tergabung di Himbara, dapat mengurangi filter-filter tersebut

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Royke Tumilaar menuturkan, siap untuk berdiskusi dengan asosiasi perumahan, termasuk REI untuk mencari jalan keluarnya.

“Mungkin cari waktu dengan asosiasi, apa saja yang menjadi kendala. Terutama kita ingin bantu untuk kredit untuk perumahan-perumahan kecil. Kita terbuka untuk diskusi ini. Kita cari jalan keluarnya,” ungkap Royke.

Optimalisasi

Penguatan peran BP Tapera yang akan beroperasi penuh menggantikan BLU PPDPP pada 2022 juga penting dilakukan pemerintah. Kemudian, optimalisasi seluruh lembaga keuangan untuk pembiayaan perumahan untuk memperluas jangkauan pembiayaan perumahan.

Optimalisasi juga diperlukan untuk bank tanah dan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Harapannya ini akan menghadirkan harga tanah yang terjangkau bagi pembangunan perumahan di pusat kota.

Roda sektor properti juga akan makin kencang berputar jika ada pengurangan biaya-biaya yang memberatkan konsumen, seperti BPHTB, PPN, asuransi dan lain-lain. Kemudian, perbaikan ekosistem dan rantai pasok di sektor perumahan. Terakhir, secara bertahap melakukan perbaikan atas regulasi rumah susun terjangkau maupun pembangunan TOD di pusat kota. (SAN)