Jakarta – Presiden Joko Widodo telah mengesahkan naskah Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada tanggal 2 November 2020 kemarin. Salah satu yang diatur dalam beleid itu adalah terkait perizinan berusaha yang menggunakan sistem perizinan terintegrasi (One Single Submission/OSS) secara digital. Namun, penerapannya dikhawaitrkan dapat menimbulkan persoalan mengingat keberagaman sumberdaya manusia pada masing-masing pemerintah daerah.
Pemerintah Pusat diminta memastikan kemampuan daerah dalam menyusun RDTR digital yang intergrasinya masuk ke dalam OSS, sebagai penapisan dalam pemberian persetujuan kesesuaian pemanfaatan ruang. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan dalam pemberian persetujuan izin berusaha.
“Tidak semua memiliki kemampuan atau penguasaan infrastruktur digital yang sama karena karena butuh pemahaman teknologi digital. Kita pahami bahwa tidak semua dari Sabang sampai Merauke memiliki penguasaan yang sama,” kata Ketua Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang juga Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, pada Talkshow Tata Ruang Pasca UU Cipta Kerja: Kupas Tuntas Reformasi Perizinan Berbasis RDTR, Kamis, 5 November 2020.
Airin mengatakan, pihaknya beruntung karena di lingkup Pemerintah Kota Tangerang Selatan memiliki infrastruktur penunjang serta sumber daya manusia yang menguasai teknologi digital. “Aplikasi ini nantinya harus ramah (user friendly) sehingga bisa dipahami dan dimengerti semua orang,” ucap Airin.
Selain itu, ia juga meminta Pemerintah dalam memberikan mekanisme kejelasan dan prosedur konsultasi publik dengan DPRD dalam proses legalisasi yang berubah. Awalnya, aturan tersebut ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) menjadi Peraturan Kepala Daerah (Perkada). “Kami berharap adanya kejelasan mekanisme dan prosedur konsultasi publik itu dapat dirancang secara lebih mendetail dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU Cipta Kerja. Hal ini supaya pemerintah daerah dapat mengetahui secara pasti proses percepatan itu dapat berjalan secara baik,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Sofyan A Djalil mengatakan, bahwa beberapa aspek masukan dari Apeksi itu sebagian sudah terakomodasi dalam RPP yang sedang disusun. “Beberapa isu yang disampaikan itu sebenarnya sudah masuk. Namun, kami masih perlu pertajam lagi karena yang akan melaksanakan RPP ini adalah pemerintah daerah,” kata Sofyan.
Menurut Menteri ATR/BPN, UU Nomor 11/2020 ini dapat memudahkan perizinan berusaha bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). “Banyak izin yang paling dirugikan itu orang kecil. Bisnis UKM di Indonesia tidak mampu menerobos izin yang begitu rupa, tapi pengusaha besar mau dibikin seribu (izin) pun ga ada masalah mereka,” jelasnya.
Akibat banyaknya aturan perizinan berusaha tersebut, kata Sofyan, UMKM tidak dapat berkembang. Tak semata-mata dibebaskan, beleid tersebut juga mengatur tingkatan risiko dalam perizinan berusaha. Jika usaha tersebut berisiko tinggi, beberapa persyaratan wajib dipenuhi.
Kemudian, jika usaha tersebut berisiko menengah harus memenuhi standar. Sementara jika usaha yang dijalankan berisiko kecil, Sofyan mengatakan, pengusaha dapat dengan mudah menjalankannya tanpa harus mengikuti persyaratan berbelit-belit.
Pelibatan REI di Daerah
Dalam beberapa poin pasal RPP tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang masih dibahas itu, terdapat ketentuan tentang akan dibentuknya Forum Penataan Ruang baik di tingkat pusat maupun daerah. Mengingat begitu banyaknya problem yang harus diselesaikan terkait aspek penataan ruang, maka forum ini perlu menetapkan skala prioritas tentang isu-isu yang harus digarap terlebih dahulu.
“Kami meyakini bahwa akan banyak permasalahan yang harus ditangani. Untuk itu perlu adanya prioritas yang harus dibahas di Forum Penataan Ruang. Forum ini juga akan menentukan RDTR di daerah mana yang perlu lebih dahulu diprioritaskan pembahasannya,” kata Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia Bidang Tata Ruang, Hari Ganie.
Lebih jauh Hari Ganie menyatakan, pihaknya dapat memberikan masukan kepada forum ini sebagai bahan pertimbangan persetujuan maupun rekomendasi aspek pemanfaatan ruang. “Organisasi REI saat ini memiliki 35 Dewan Pengurus Daerah (DPD) yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Seluruh DPD memiliki wakil ketua bidang tata ruang di susunan kepengurusannya. Mereka ini yang paling menguasai kondisi di lapangan. Saya yakin mereka bisa dimintai bantuan,” ucapnya.
RDTR yang menjadi kewajiban bagi Pemda, imbuh Hari Ganie, akan sangat membantu implementasi proses perizinan online (OSS). Namun diketahui bahwa jumlah daerah yang telah menyelesaikan RDTR masih sangat sedikit. “Ada time lack, sekarang baru ada 60 RDTR, bagaimana untuk menyelesaikannya. Kita ketahui kapasitas dan sumber daya pemerintah pusat serta pemerintah daerah, kapasitas konsultan dan tenaga teknis di lapangan yang dapat membuat itu sangat terbatas. Pastinya akan kewalahan dalam menghadapi ini,” pungkasnya. (BRN)