Dirjen Tata Ruang: RDTR Berkaitan Erat dengan Perizinan Berusaha

Ilustrasi Penataan Ruang di Pantai Lariti di Nusa Tenggara Barat (Foto: Istimewa)
Jakarta – Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengadakan Rapat Koordinasi Lintas Sektor bersama Pemerintah Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), bertempat di Fairmont Hotel, Jakarta pada hari Selasa 31 Agustus 2021. Kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka membahas Rancangan Peraturan Kerja Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Bagian Wilayah Perencanaan (BWP) Perkotaan Mpunda dan Rasanae Barat, Bima, NTB.
Direktur Jenderal (Dirjen) Tata Ruang, Abdul Kamarzuki menjelaskan bahwa sebaiknya seluruh kota dan kabupaten saat ini harus sudah punya RDTR karena menjadi pedoman penataan ruang di kota/kabupaten. Menurut amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) beserta turunannya yaitu PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, RDTR punya kaitan erat dengan proses pemanfaatan ruang dan perizinan berusaha.
Abdul Kamarzuki menekankan terkait pembuatan RDTR ini agar dilakukan dengan tepat dan detail akan membuat perencanaan kota yang lebih baik.
“Perlu disadari, jika dokumen RDTR itu mengikat, itu lah kenapa penting dilakukan pembuatan RDTR yang sesuai seperti contoh dari luas tanah, berapa yang bisa dibangun, bagaimana ketentuan masing-masing bloknya,” terang Kamarzuki, sesuai dengan keterangan pers yang diterima oleh redaksi industriproperti.com
Lebih lanjut, Abdul Kamarzuki juga menjelaskan terkait pentingnya mengatur mitigasi bencana dalam RDTR, khususnya kawasan perkotaan di Kota Bima. “Melihat BWP di Rasanae Barat, kami mencatat ternyata kawasannya punya indikasi rawan banjir, sehingga perlu kehati-hatian dalam menyusun RDTR-nya. Jika di Mpunda, batas tidak jadi masalah, aspek lain juga tidak masalah sehingga pola ruangnya dapat diwujudkan,” jelas alumni Teknik Planologi ITB tersebut.
KKPR
Sebagai informasi, berdasarkan penelusuran redaksi, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah meresmikan peluncuran Online Single Submission (OSS) berbasis risiko pada Senin, 9 Agustus 2021 lalu. OSS ini adalah layanan perizinan secara daring yang terintegrasi, terpadu, dengan paradigma perizinan berbasis risiko. Tujuan OSS berbasis risiko ini bertujuan untuk membuat iklim kemudahan berusaha di Indonesia semakin baik. Pada sistem ini, izin usaha akan disesuaikan dengan risikonya dan untuk jenis usaha berisiko rendah hanya membutuhkan perizinan berupa Nomor Induk Berusaha (NIB).
Sebagai salah satu persyaratan dasar perizinan berusaha, perlu adanya Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (KKPR). “Untuk KKPR ini, yang disasar adalah daerah yang telah memiliki RDTR. Ini yang kami tekankan pada Pak Wali Kota, RDTR menjadi mesinnya OSS. Jangan dibayangkan lagi jika nanti ada permohonan kesesuaian tata ruang dari pelaku usaha seperti sebelumnya, karena ini bentuknya sudah sistem. Makanya perlu kehati-hatian untuk menyusun RDTR,” tutur Kamarzuki.
Pada kesempaan yang sama, Wali Kota Bima, Muhammad Lutfi berkata bahwa RDTR di Kota Bima awalnya bermula pada wilayah Rasanae Barat dan Mpunda. Sebab, pada daerah tersebut menjadi sektor yang paling mendukung pertumbuhan ekonomi daerah setempat. “Adanya RDTR akan memberikan gambaran perencanaan Kota Bima di masa depan, diharapkan RDTR ini dikaji secara holistik dengan melibatkan banyak pihak,” jelas Wali Kota Bima. (ADH)