Ini Lima Tantangan Pengembangan PPSB
Jakarta – Pengembangan Perumahan Skala Besar (PPSB) dapat menjadi salah satu solusi dalam pemenuhan kebutuhan hunian masyarakat. Namun, setidaknya ada lima tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan PPSB.
“Setidaknya ada lima tantangan mewujudkan PPSB. Sebenarnya bukan hanya tantangan, tapi juga peluang kenapa PPSB itu harus ada,” kata Staf Ahli Menteri PUPR Bidang Ekonomi dan Investasi, Dadang Rukmana dalam “Webinar: PPSB MBR, YES I CAN!!”, Senin, 23 Agustus 2021.
Dadang melanjutkan, tantangan pertama yang dihadapi dalam pengembangan PPSB adalah angka kekurangan (backlog) rumah nasional yang masih besar, yakni mencapai 11,38 juta unit. Meski pemerintah telah berusaha menyediakan rumah sebanyak mungkin bagi masyarakat, namun belum bisa mengejar backlog.
“Tantangan yang kedua adalah adanya amanah pembangunan hunian berimbang. Ini belum sepenuhnya diikuti oleh pengembang. Perlu ada upaya kolaboratif agar amanah hunian berimbang ini bisa berwujud sebagai bagian dari pendekatan pembangunan perumahan skala besar,” jelas Dadang.
Ketiga, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan PPSB adalah adanya keterbatasan fiskal pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan perumahan. Dan keempat adalah besarnya tingkat urbanisasi dari tahun ke tahun yang dapat menyebabkan menjamurnya daerah urban sprawl.
Terakhir, PPSB tidak mungkin dilakukan sendirian oleh pemerintah. Untuk itu, diperlukan kolaborasi semua pihak terkait perumahan agar PPSB dapat terlaksana.
“Jadi, mari kita bersama-sama berkolaborasi. Dan kolaborasi ini sebenarnya sudah ada tools-nya dari sisi perencanaan yaitu RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman). Ini adalah tools keterpaduan perencanaan pembangunan perumahan dari sisi kawasan,” terang Dadang.
Senada dengan Dadang, Direktur Ciputra Residence Nararya Ciputra Sastrawinata mengatakan PPSB perlu melibatkan beberapa stakeholder yang terdiri dari pemerintah, dunia usaha (pengembang) dan masyarakat.
“Pemerintah akan fokus sebagai fasilitator dan regulator dan dalam beberapa kasus juga sebagai pemilik lahan. Pengembang adalah mitra kerja untuk membangun dan menggerakkan ekonomi. Masyarakat sebagai konsumen dan pemilik jasa,” urai Nararya.
PPSB sebenarnya telah dilakukan oleh para pengembang sejak lama. Contoh PPSB yang dikembangkan para pengembang, antara lain Komplek Bintaro, Komplek Pondok Indah, Kasiba/Lisiba Depok, Komplek Perumahan Serpong (BSD dan Gading Serpong).
“Secara definisi PPSB itu adalah seluruh upaya pembangunan perumahan dari jumlah rumah 5.000 (unit) ke atas. Dan ini sudah jalan sejak lama,” kata Dadang.
Pelaksanaan PPSB yang telah dilakukan oleh pengembang selama ini menyasar semua kalangan, yakni kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan kalangan Non MBR. Bahkan, di beberapa lokasi PPSB masih menyasar kalangan non-MBR. Sementara PPSB yang menyasar kalangan MBR, meliputi kalangan MBR Fixed Income maupun Non Fixed Income.
“PPSB versi yang baru, yaitu PPSB yang relatif menyediakan perumahan untuk MBR karena ini masyarakat yang paling membutuhkan, yang perlu didorong, yang perlu difasilitasi dengan satu program kolaborasi,” ucap Dadang.
PPSB, lanjut Dadang, merupakan instumen untuk mendukung program sejuta rumah. Pemerintah melalui Ditjen Perumahan perlu menginisiasi pelaksanaan PPSB melalui program kebijakan yang dapat dikolaborasikan pada strategi pembangunan rumah oleh pengembang dengan bantuan subsidi pemerintah dan pembangunan rumah oleh pengembang non subsidi & masyarakat secara swadaya.
“PPSB ini merupakan satu instrumen inovatif untuk mewujudkan program sejuta rumah. Program sejuta rumah ini sudah berjalan. Sudah ada output maupun outcome-nya, namun perlu ada booster-nya. Bosster-nya itu PPSB ini,” pungkas Dadang. (SAN)