Pakar Perkotaan dan Pengembangan Wilayah: IKN Mimpi yang Dipaksakan
Jakarta – Pakar pembangunan perkotaan dan pengembangan wilayah Bambang Susanto Priyadi menyebut bahwa rencana pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur adalah mimpi yang dipaksakan. “Ini mimpi yang dipaksakan untuk menjadi sebuah kenyataan yang sebenarnya tidak pada tempatnya terjadi,” ujar Bambang saat Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Ekonomi Belum Pulih: Masih Relevankah Pemindahan Ibu Kota Negara?” yang diselenggarakan oleh Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada hari Rabu, 9 Juni 2021.
Bambang juga melihat masih banyak persoalan yang belum selesai dalam rencana pemindahan IKN INI. “Masalah legal belum selesai, masalah hukum belum selesai, bahkan berapa hektar yang akan jadi deliniasi kota ini masih belum kita tahu,” pungkas pria yang akrab dipanggil Bambang SP ini.
Lebih lanjut, belajar dari pemindahan Ibu Kota di berbagai Negara seperti yang telah terjadi di Canberra (Australia), Chandigarh (Negara bagian di India), Brazilia (Brazil), dan Putrajaya (Malaysia), Bambang menyimpulkan adanya beberapa tolak ukur ataupun faktor – faktor keberhasilan dalam pemindahan IKN, seperti daya dukung lahan, daya ungkit, jarang dengan ibu kota lama, dan ketersediaan dana untuk pembangunan.
Meski demikian Bambang juga tidak mengharapkan pemindahan IKN ini akan gagal. “Kita pasti tidak mengharapkan pemindahan kita akan gagal dan akhirnya membuang percuma, tapi kalau hasilnya pun gagal lalu kita membuat kemubaziran yang luar biasa,” tegas Bambang.
Pada kesempatan yang sama, ekonom Faisal Basri yang juga menjadi pembicara pada kesempatan tersebut mengutarakan bahwa mimpi – mimpi Negeri harus tinggi tapi mimpi seorang (red- Presiden) Jokowi tidak boleh tinggi – tinggi harus realistis. “Jadi awalnya sudah salah, awalnya sudah sesat,” tegas Faisal menyorot mimpi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan IKN di Kalimantan Timur sebagai kota terbaik di dunia, mengalahkan Dubai, dan menjadikan IKN sebagai hadiah Indonesia untuk dunia.
Faisal juga menyorot penerimaan negara yang terus turun. Terlebih penurunan penerimaan pajak membuat Utang Negara terus menggelembung dimana Faisal menyebut bahwa hampir 20% dari pengeluaran pemerintah pusat hanya untuk bayar bunga. “Kalau penerimaan negara naik terus oke, kita sisihkan sebagian untuk membangun ibu kota secara bertahap,” kata Faisal.
Ekonom asal Universitas Indonesia ini pun mengingatkan kembali pemikiran Soekarno dalam pembangunan kota baru. “Menurut bung Karno, untuk membangun kota baru jangan korbankan lahan pertanian, jadi gunakan lah lahan yang paling tandus yang tidak bisa diapa-apakan sehingga jadi ibu kota,” ujar Faisal.
“Coba bayangkan adakah ibu kota di suatu negara yang dikelilingi oleh perusahaan migas dan perusahaan batu bara? Enggak ada juga karena kelihatan tadi saya kaitkan dengan oligarki itu, jangan – jangan kekuatan ini yang menawarkan bla bla itu kan,” kritik Faisal.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi PKS Ledia Hanifa yang menjadi Keynote Speaker dalam FGD ini mempertanyakan tentang rencana pembangunan IKN ini. “Apa masih relevan dilakukan pada kondisi saat ini, kita harapkan ada penjelasan yang mendasar, rasional, dan objektif?” pungkas Ledia.
Selain itu Ledia juga mempertanyakan tentang skema dan sumber pembiayaan IKN di tengah kondisi pandemi Covid-19 dan transparansi dari kebijakan pemindahan IKN ini. “Karena terkesan sangat sentralistik dan miskin diskusi dan partisipasi publik secara luas, padahal ini sangat melibatkan hajat hidup orang banyak,” ujar Ledia. (ADH)