Jakarta – Stimulus pemerintah masih menjadi penentu berputarnya roda sektor properti Tanah Air. Indikatornya adalah kenaikan harga properti pada kuartal dua dan ketiga tahun ini serta kenaikan pencarian properti secara tahunan.
“Stimulus pemerintah itu masih akan menjadi faktor penentu pasar properti di Indonesia di 2022,” ucap Country Manager Rumah.com, Marine Novita dalam Webinar Indonesia’s Property Market Outlook & Real Estate Trends 2022 di Jakarta, Kamis 9 Desember 2021.
Lebih jauh Marine menjelaskan, insentif pemerintah yang digelontorkan pemerintah sejak Maret 2021 terbukti memberi pengaruh signifikan terhadap perputaran ekonomi di sektor properti. Para pelaku sektor properti pun mendorong pemerintah untuk memperpanjang kebijakan ini hingga Desember 2022.
Kebijakan ini dapat menjaga kondisi pasar properti 2022 tetap stabil . Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, dari Rp72,9 triliun sebagian besar alokasinya untuk program bunga kredit.
Optimisme 2022
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Umum Koordinator bidang Tata Ruang dan Pengembangan Kawasan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Bidang Tata Ruang Hari Ganie menyatakan optimisme sektor properti di tahun 2022. Salah satu indikatornya adalah Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi antara 4,7 persen hingga 5,5 persen.
“Dan ini biasanya korelasinya sangat kuat dengan pertumbuhan properti komersial kita. Kita optimis karena memang penguatan ekonomi dunia juga luar biasa. Dan mudah-mudahan pandemi ini bisa terkendali sehingga semua bisa berjalan dengan baik,” jelas Hari.
Hari melanjutkan, realisasi stimulus pemerintah berupa insentif Pajak Pertambahan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) tahun ini dirasa masih minim. Data yang tertera di Kementerian Perekonomian bahkan menyebut realisasi PPN DTP baru sekitar 10 persen.
Minimnya realisasi insentif tersebut dapat disebabkan sejumlah hal, seperti hambatan dalam pendaftaran Berita Acara Serah Terima (BAST) unit rumah tapak atau rumah susun. Selain itu, ada pula kendala terkait Perizinan Bangunan Gedung (PBG) pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Kesatu, tidak mudah BAST rumah menengah atas. Biasanya pemerintah mempunyai data rumah menengah ke bawah atau MBR. Itu lebih cepat tapi rumah menengah atas perlu waktu lebih lama. Kedua, memang ada problem dalam kita memasukkan perizinan. Ada masalah PBG,” tutup Hari. (SAN)