PP Bank Tanah Jangan Selingkuhi Perumahan Rakyat

Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas Pera), Muhammad Joni, mengingatkan agar RPP Bank Tanah tidak melenceng dari tujuan awal.
0
454

Jakarta – Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas Pera), Muhammad Joni, mengingatkan agar Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Bank Tanah tidak melenceng dari tujuan awal. RPP turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) itu bertujuan mengatasi kesulitan penyediaan lahan untuk pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Dia menyebutkan, bank tanah dan perumahan rakyat itu sejiwa dengan amanat konstitusional yakni Pasal 28H ayat 1 UUD tahun 1945. Menurut Joni, selama ini diskursus publik, pendapat ahli termasuk masukan dari The Housing and Urban Development (HUD) Institute mengenai bank tanah sangat kuat mengarah kepada upaya penyediaan tanah untuk perumahan rakyat.

“Para penyusun RPP Bank Tanah jangan mengabaikan semangat tersebut. Tolong acuhkan masalah penyediaan tanah untuk rumah MBR. Kalau itu terjadi, Pemerintah sama saja melakukan against constitution, melawan arus utama keinginan publik atau melawan jiwa bangsa  (against volk geist) dalam pembuatan hukum bank tanah,” tegas Joni yang juga Sekretaris Umum The HUD Institute tersebut kepada industriproperti.com, di Jakarta, Senin, 3 Mei 2021.

Sebagai informasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) masih menggodok RPP Bank Tanah. Aturan teknis mengenai bank tanah tersebut kabarnya akan disahkan usai Lebaran mendatang.

Menurut Joni, ide awal pembentukan bank tanah adalah untuk mengatasi kesenjangan dan kekosongan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dalam hal land management. Utamanya bagi penyediaan perumahan di perkotaan yang sangat krusial dan saat ini sudah menjadi masalah akut.

Dia mewanti-wanti pemerintah untuk tidak mengabaikan penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan rakyat, karena bila itu terjadi maka kemungkinan besar akan ada gugatan hukum dari para pegiat dan aktivis perumahan rakyat.

Saat ini kekurangan (backlog) kebutuhan perumahan nasional diperkirakan sudah mencapai 13,6 juta unit. Dengan asumsi rerata produksi sebanyak 200 ribu unit per tahun, berarti perlu waktu 68 tahun bagi Indonesia untuk mengatasi defisit perumahan itu.

Oleh karena itu, ungkap Joni, bank tanah sangat tepat menjadi solusi dalam mengatasi backlog dan mendorong percepatan penyediaan rumah yang layak, terjangkau dan berkeadilan sosial.

“Saya kita sekarang semua mata sedang tertuju ke Kementerian ATR/BPN yang sedang menyusun PP Bank Tanah. Publik tengah menanti komitmen Presiden Joko Widodo terhadap program perumahan rakyat,” pungkas Joni.

Tugas dan Fungsi Berbeda

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Himawan Arief Sugoto menyebutkan bahwa RPP Bank Tanah masih dalam pembahasan. “Ya sedang dalam pembahasan. Semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama segera dapat diundangkan,” ungkap dia.

Himawan menjelaskan, dalam struktur Kementerian ATR/BPN, bank tanah sebenarnya merupakan bagian dari tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan. Meski begitu, nantinya keberadaan lembaga atau badan bank tanah tersebut tidak akan mengambil peran Kementerian ATR/BPN.

Menurut Himawan, peran bank tanah dan Kementerian ATR/BPN berbeda. Kementerian ATR/BPN bertugas mendaftarkan setiap tanah dan memberikan legalitasnya, tetapi tidak punya wewenang untuk melakukan transaksi. Peran kementerian lebih kepada melakukan optimalisasi pemanfaatan tanah.

Di sisi lain, negara juga harus berpikir sesuai konsep land development, yakni negara harus memiliki cadangan tanah untuk pembangunan fasilitas publik dan sebagainya. Di sinilah, kata Himawan, bank tanah akan berperan.

Bank tanah bisa memiliki dua peran, yakni mengelola tanah telantar dan tanah yang siklus haknya habis melalui ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN. Kalau sudah mendapat ketetapan, maka Ditjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan akan memantau pengelolaan tanah-tanah itu.

Cara kedua adalah melalui pengadaan tanah, yakni dengan merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Terakhir, pengadaan tanah bisa diadakan secara langsung seperti developer.

“Jelas bahwa peran Kementerian ATR/BPN dengan Bank Tanah akan berbeda. Demikian juga untuk produk yang dihasilkan sangat berbeda,” papar Himawan. (BRN)