Menteri ATR/BPN Sebut Pemanfaatan Ruang yang Fit for Purpose
Jakarta – Tata ruang saat ini menjadi sangat penting untuk digunakan sebagai dasar acuan pelaksanaan pembangunan, perizinan, investasi dan juga menjadi penyelamat lingkungan. Namun, selama ini terdapat kondisi dan kendala yang dihadapi sehingga dirasa belum optimal. Untuk itu, Pemerintah Indonesia pada tahun lalu telah melakukan terobosan dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) sebagai jawaban atas permasalahan mengenai perizinan sampai regulasi yang ada.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil dalam webinar Alumni Bicara #1 dengan tema “Perencanaan di Era Kemudahan Investasi: Menciptakan Ruang yang Inklusif dan Berkelanjutan” yang diselenggarakan Alumni Planologi ITB (API) dalam rangka Hari Ulang Tahun Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung ke-62, yang diselenggarakan secara daring, pada hari Jum’at 10 September 2021.
Sofyan Djalil mengatakan bahwa peran tata ruang akan semakin penting dan dominan, maka dari itu perlu dijaga dengan baik agar ke depannya menjadikan tata ruang yang inklusif dan berkelanjutan. “Menjaga tata ruang menjadi bagian penting untuk kita, maka kita sebagai pembuat regulasi perlu melibatkan peran akademisi maupun praktisi agar mereka dapat memberikan petunjuk, sehingga dibutuhkan lebih banyak kerja sama antara regulator dan praktisi,” ujar Sofyan Djalil
Menteri ATR/Kepala BPN juga berkata peran tata ruang dalam perizinan dan investasi begitu penting. Dan saat ini telah diperkenalkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) sebagai pengawal atau pengawas baik itu persetujuan lingkungan maupun persetujuan bangunan.
“KKPR yang ideal menurut saya ialah pemanfaatan ruang yang fit for purpose. Misalnya kalau di suatu tempat boleh dibangun perumahan maka memang fit for purpose perumahan di sana dituangkan dalam KKPR. Dan kalau dalam KKPR, RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) sudah ditentukan ternyata tidak fit for purpose maka diperkenalkan partisipasi masyarakat atau yang disebut Forum Penataan Ruang,” katanya.
Pembagian Kewenangan KKPR
Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri ATR/Kepala BPN Bidang Pengembangan Kawasan Kementerian ATR/BPN, Dwi Haryawan menjelaskan pembagian kewenangan KKPR terbagi dalam 3 (tiga) tingkatan di antaranya terdapat di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
“Di tingkat pusat merupakan rencana pembangunan dan pengembangan objek vital nasional, bersifat strategis nasional, perizinan berusahanya merupakan kewenangan kementerian/lembaga. Dan di provinsi usulan kegiatan pemanfaatan ruang berada di lintas wilayah administrasi kabupaten/kota dalam satu provinsi,” imbuhnya Dwi, yang juga merupakan alumni Teknik Planologi ITB tersebut.
Dwi juga menyebut bahwa saat ini telah terdapat 135 RDTR yang sudah menjadi Peraturan Daerah maupun Peraturan Kepala Daerah. Selain itu terdapat 17 RDTR yang saat ini tengah dalam proses persetujuan substansi dan terdapat 52 RDTR yang targetnya mendapatkan persetujuan substansi di akhir tahun 2021 ini.
Hadir pula dalam webinar Alumni Bicara #1 sebagai pembicara dan penanggap Ketua Alumni Planologi ITB Reny Windyawati, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Rizki Handayani Mustafa, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi DKI Jakarta Benni Aguschandra, Presiden FIABCI Asia Pasifik Soelaeman Soemawinata, dan akademisi PWK ITB Petrus Natalivan (ADH)