
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta – Persyaratan teknis pembangunan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) semakin pelik dengan penerapan aplikasi Sistem Pemantauan Konstruksi (SiPetruk). Pengembang berada di persimpangan, ada yang tegas menolak. Tak sedikit pula yang mendukung karena aplikasi ini diyakini akan memudahkan upaya pengawasan pembangunan rumah bersubsidi.
Sebagian pengembang ketir-ketir dengan aplikasi SiPetruk yang akan berlaku efektif per 1 Juli mendatang. “Pengembang kerepotan dengan aplikasi SiPetruk. Spesifikasinya terkesan menempatkan developer sebagai kontraktor yang membangun gedung bertingkat,” ucap Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Kalimantan Timur, Bagus Susetyo dalam sebuah pertemuan yang diadakan secara daring, Jumat, 21 Mei 2021.
Padahal, pengembang merupakan mitra kerja pemerintah dalam progra mpenyediaan hunian bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Ketua DPD REI Khusus Batam, Achyar Arfan menyayangkan kebijakan pengetatan spesifikasi teknis hunian bersubsidi ini tidak diimbangi dengan penyesuaian harga jual rumah subsidi. Terlebih lagi, batasan penghasilan debitur kredit pemilikan rumah (KPR) bersubsidi Rp 8 juta per bulan juga terbukti cukup menyulitkan pengembang dalam upayanya menjaring calon konsumen.
“Penghasilan calon konsumen yang kita layani Rp 8 juta dan harga jual rumah subsidi juga tetap atau tidak naik. Sedangkan spesifikasi kualitas bangunan mengalami kenaikan setelah pemberlakuan SiPetruk. Kami bukan anti terhadap kebijakan bangunan berkualitas,” tandas Achyar.
Pendapat senada disampaikan Ketua DPD REI Riau, Elvi Syofriadi. Bagi Anton, sapaan karibnya, persyaratan teknis yang tercantum dalam aplikasi SiPetruk harus mengakomodasi kondisi pada masing-masing daerah. “Persyaratan teknis SiPetruk mestinya dapat mengakomodasi kearifan lokal. Pengembang di Riau harus mendatangkan batu kali dari Provinsi Sumatera Barat dan biayanya hingga dua kali lipat,” kata Anton.
Akibat Nila Setitik
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono minta pengembang tidak abai terhadap kualitas rumah subsidi. “Rumah bersubsidi yang harganya murah bukan berarti murahan. Kualitas adalah harga mati yang tidak dapat ditawar,” tukas Basuki.
Basuki menegaskan, penerapan SiPetruk tidak akan menghambat pembangunan hunian bersubsidi. Lewat aplikasi ini maka proses pengawasan di lapangan secara lebih akuntabel dan transparan, sehingga tidak ada praktik main mata antara pengembang dan manajemen konstruksi (MK). “SiPetruk hanya ingin memastikan bahwa rumah bersubsidi adalah rumah yang layak huni,” tegas Menteri Basuki.
Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) M. Arief Mone menyebut, alasan terbitnya aplikasi SiPetruk karena adanya anggaran negara dalam pembangunan rumah bersubsidi. “Alasan kedua, karena pemerintah ingin agar aspek kualitas yang mutlak harus terpenuhi. Sebab, selama ini ada bangunan rumah bersubsidi yang kualitasnya tidak sesuai ketentuan,” tutur Arief.
Bagus menambahkan, akibat ulah segelintir oknum developer yang tidak mengedepankan mutu serta kualitas bangunan itu mempersulit seluruh pengembang hunian bersubsidi. “Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Apabila developer membangun rumah dengan kualitas yang jelek, sudah pasti akan ditinggalkan calon konsumen,” ujarnya.
PPDPP bersama Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tengah menggelar pelatihan bagi tenaga teknis MK untuk mengenalkan aplikasi ini.
“Sosialisasi aplikasi ini sedang berjalan. Mari kita ikuti terlebih dahulu pelatihan bimbingan teknis itu. Saya optimis, dalam dua atau tiga bulan mendatang kita sudah akan mulai paham dengan kebutuhan aplikasi SiPetruk,” cetus Ketua Badan Rumah Sejahtera Tapak (RST) DPP REI, Muhammad Isnaini.
Isnaini menambahkan, keresahan pengembang menghadapi pemberlakuan aplikasi SiPetruk ini mirip dengan pengalaman sebelumnya yakni ketika PPDPP memberlakukan aplikasi Sistem Informasi KPR Subsidi Perumahan (SiKasep) dan Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang) pada 2019 silam. “Berdasarkan pengalaman saat awal penerapan aplikasi Sikasep dan SiKumbang, pengembang juga sempat panik. Tapi, setelah sekian lama baru kita rasakan manfaatnya,” pungkas Isnaini. (BRN)